Sabtu, 07 Juni 2014

Pemimpin dalam Islam | Siapakah yang berhak menjadi seorang pemimpin

Kumpulan Cerita Islam (KCI) : Pemimpin dalam Islam | Siapakah yang berhak menjadi seorang pemimpin
Kholifah
Apabila kita berkaca pada masa Khulafaurrasyidin, maka terdapat bermacam bentuk pemilihan yang dilakukan. 

Pertama, Pemilihan Abu Bakar Shiddiq sebagai Khalifah I adalah melalui pemilihan secara musyawarah yang dilakukan oleh ummat Islam di Tsaqifah Bani Saidah setelah wafatnya Rasulullah SAW, sekalipun masih banyak orang lain yang tidak ikut melakukan pemilihan di dalamnya. 

Kedua, Pemilihan Umar Bin Khaththab sebagai Khalifah II adalah melalui penunjukan dari Khalifah I, yaitu Abu Bakar Shiddiq. Penunjukan ini disambut baik oleh semua kaum muslimin, karena memang Khalifah I menunjuk penggantinya bukan hanya sekedar menunjuk atas dasar suka dan tidak suka atau pantas dan tidak pantas, tetapi beliau menunjuk orang yang tepat di tempat yang tepat dan pada masa yang tepat (the right man and the right place). 

Ketiga, Pengangkatan Usman Bin Affan sebagai Khalifah III adalah melalui Satu Tim Formatur yang ditunjuk oleh Umar Bin Khaththab, beranggotakan enam orang ditambah satu orang (yang ketujuh) anaknya Abdullah Bin Umar, dengan catatan anaknya tidak berhak untuk dipilih. Oleh Tim ini, maka terpilihlah Usman Bin Affan. 

Keempat, Pemilihan Ali Bin Abi Thalib sebagai Khulafaurrasyidin IV berbeda pula dengan tiga pendahulunya, Ali Bin Abi Thalib dipilih dalam suasana ummat Islam sedang dalam kekacauan dan penuh fitnah sebagai akibat dari terbunuhnya Khalifah Usman Bin Affan. Pemilihannya dilakukan oleh ummat Islam Madinah, namun mendapat protes dari Gubernur Damaskus yaitu Muawiyah Bin Abi Sufyan yang kelak mendirikan Khilafah Bani Umayyah.

Pandangan Hukum Islam

Figur calon pimpinan yang harus dipilih adalah calon pimpinan yang paling berkualitas, sebab seorang pimpinan harus melebihi dan mempunyai kelebihan dibandingkan dengan yang dipimpinnya. Figur tersebut, bila merujuk pada al-Quran adalah yang paling tinggi kualitas ketaqwaannya. Hal ini sesuai firman Allah, artinya “Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah yang paling tinggi kualitas ketaqwaannya”. (Q.S. Al- Hujrat : 13).

Hanya menjelaskan tentang adanya kewajiban untuk mengikuti perintah Ulil Amri (pimpinan) sebagaimana wajibnya mengikuti perintah Allah dan perintah RasulNya. Ayat tersebut adalah: Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, taatlah kepada Allah, kepada Rasul dan kepada pemimpin kamu. (Q.S. An-Nisa: 59).

Prinsip utama untuk memilih pemimpin yang ideal, adalah dengan musyawarah, sesuai firman Allah : Artinya : "Dan urusan mereka diputuskan secara musyawarah di antara mereka."(Q S Asy- Syura : 38). Ditambah dengan hadis Nabi yang menyebutkan yang artinya “Kamu lebih mengetahui tentang urusan dunia kamu.

1. Pemimpin Islam itu adalah seorang Muslim
Memilih figur seorang pemimpin tidak diatur secara terperinci oleh al-Quran dan al-Hadis Rasulullah SAW. Di dalam al-Quran hanya ditemukan tentang adanya larangan memilih pimpinan dari kalangan Nasrani dan Yahudi, serta mewajibkan pimpinan itu berasal dari ummat Islam. Hal ini sebagaimana firman Allah dalam Al- Quran : Artinya “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin (mu); sebahagian mereka adalah menjadi pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zhalim.(Q.S. Al- Maidah : 51)

2. Niat yang Lurus 
“Sesungguhnya setiap amal perbuatan tergantung pada niatnya. Dan sesungguhnya setiap orang (akan dibalas) sesuai dengan niatnya. Barangsiapa yang hijrahnya karena Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya. Dan barangsiapa yang hijrahnya karena urusan dunia yang ingin digapainya atau karena seorang wanita yang ingin dinikahinya, maka hijrahnya sesuai dengan apa yang diniatkannya tersebut”
Karena itu hendaklah menjadi seorang pemimpin hanya karena mencari keridhoan ALLAH saja dan sesungguhnya kepemimpinan atau jabatan adalah tanggung jawab dan beban, bukan kesempatan dan kemuliaan.

3. Laki-Laki 
Dalam Al-qur'an surat An nisaa' (4) :34 telah diterangkan bahwa laki laki adalah pemimpin dari kaum wanita.
“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh ialah yang ta’at kepada Allah lagi memelihara diri (maksudnya tidak berlaku serong ataupun curang serta memelihara rahasia dan harta suaminya) ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara “

“Tidak akan beruntung suatu kaum yang menyerahkan urusan (kepemimpinan) mereka kepada seorang wanita.”(Hadits Riwayat Al-Bukhari dari Hadits Abdur Rahman bin Abi Bakrah dari ayahnya).

4. Tidak Meminta Jabatan
Rasullullah bersabda kepada Abdurrahman bin Samurah Radhiyallahu’anhu,
”Wahai Abdul Rahman bin samurah! Janganlah kamu meminta untuk menjadi pemimpin. Sesungguhnya jika kepemimpinan diberikan kepada kamu karena permintaan, maka kamu akan memikul tanggung jawab sendirian, dan jika kepemimpinan itu diberikan kepada kamu bukan karena permintaan, maka kamu akan dibantu untuk menanggungnya.” (Riwayat Bukhari dan Muslim)

5. Berpegang pada Hukum Allah
Ini salah satu kewajiban utama seorang pemimpin.
Allah berfirman,
”Dan hendaklah kamu memutuskan perkara diantara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka.” (al-Maaidah:49).

6. Memutuskan Perkara Dengan Adil
Rasulullah bersabda,
”Tidaklah seorang pemimpin mempunyai perkara kecuali ia akan datang dengannya pada hari kiamat dengan kondisi terikat, entah ia akan diselamatkan oleh keadilan, atau akan dijerusmuskan oleh kezhalimannya.” (Riwayat Baihaqi dari Abu Hurairah dalam kitab Al-Kabir).

7. Menasehati rakyat
Rasulullah bersabda,
”Tidaklah seorang pemimpin yang memegang urusan kaum Muslimin lalu ia tidak bersungguh-sungguh dan tidak menasehati mereka, kecuali pemimpin itu tidak akan masuk surga bersama mereka (rakyatnya).”

8. Tidak Menerima Hadiah
Seorang rakyat yang memberikan hadiah kepada seorang pemimpin pasti mempunyai maksud tersembunyi, entah ingin mendekati atau mengambil hati.Oleh karena itu, hendaklah seorang pemimpin menolak pemberian hadiah dari rakyatnya. Rasulullah bersabda,
” Pemberian hadiah kepada pemimpin adalah pengkhianatan.” (Riwayat Thabrani).

9. Tegas
ini merupakan sikap seorang pemimpin yang selalu di idam-idamkan oleh rakyatnya. Tegas bukan berarti otoriter, tapi tegas maksudnya adalah yang benar katakan benar dan yang salah katakan salah serta melaksanakan aturan hukum yang sesuai dengan Allah, SWT dan rasulnya.

10. Lemah Lembut 
Doa Rasullullah :
"Ya Allah, barangsiapa mengurus satu perkara umatku lalu ia mempersulitnya, maka persulitlah ia, dan barang siapa yang mengurus satu perkara umatku lalu ia berlemah lembut kepada mereka, maka berlemah lembutlah kepadanya"
Selain poin- poin yang ada di atas seorang pemimpin dapat dikatakan baik bila ia memiliki STAF. STAF disini bukanlah staf dari pemimpin, melainkan sifat yang harus dimiliki oleh pemimpin tersebut. STAF yang dimaksud di sini adalah Sidiq(jujur), Tablig(menyampaikan), amanah(dapat dipercaya), fatonah(cerdas)
Sidiq itu berarti jujur.

Bila seorang pemimpin itu jujur maka tidak adalagi KPK karena tidak adalagi korupsi yang terjadi dan jujur itu membawa ketenangan, kitapun diperintahkan jujur walaupun itu menyakitkan.Tablig adalah menyampaikan, menyampaikan disini dapat berupa informasi juga yang lain. Selain menyampaikan seorang pemimpin juga tidak boleh menutup diri saat diperlukan rakyatnya karena Rasulullah bersabda, 
”Tidaklah seorang pemimpin atau pemerintah yang menutup pintunya terhadap kebutuhan, hajat, dan kemiskinan kecuali Allah akan menutup pintu-pintu langit terhadap kebutuhan, hajat, dan kemiskinannya.” (Riwayat Imam Ahmad dan At-Tirmidzi).
Amanah berarti dapat dipercaya. Rasulullah bersabda,

” Jika seorang pemimpin menyebarkan keraguan dalam masyarakat, ia akan merusak mereka.” (Riwayat Imam Ahmad, Abu Dawud, dan Al-hakim). 
Karena itu seorang pemimpin harus ahli sehingga dapat dipercaya.Fatonah ialah cerdas. Seorang pemimpin tidak hanya perlu jujur, dapat dipercaya, dan dapat menyampaikan tetapi juga cerdas. Karena jika seorang pemimpin tidak cerdas maka ia tidak dapat menyelesaikan masalah rakyatnya dan ia tidak dapat memajukan apa yang dipimpinnya.

Setelah kita mengetahui sebagian ciri- ciri pemimpin menurut islam. Marilah kita memilih dan membuat diri kita mendekati bahkan jika bisa menjadi seperti ciri- ciri pemimpin diatas karena kita merupakan Mahasiswa dan sebagai penerus bangsa.

0 komentar:

Posting Komentar

Copyright @ 2013 ilmu tentang islam.