Selasa, 23 Juli 2013

Islam Kembali Memimpin Peradaban Dunia, Dr. Syafii Antonio

KUMPULAN CERITA ISLAM (KCI) : Islam Kembali Memimpin Peradaban Dunia, Dr. Syafii Antonio

Dr. Syafii Antonio: Islam Kembali Memimpin Peradaban Dunia

Banyak sekali bukti-bukti sejarah yang bernilai tinggi selama masa pemerintahan Sultan Sulaiman Agung dari dinasti Usmaniyah dalam berbagai bidang, seperti pengembangan sains dan hukum, sastra arab, Persia dan Turki. Ketika itu peradaban Turki, Bizantium dan Itali berpadu menghasilkan kejeniusan peradaban Turki Utsmani.

Thomas Carlyle melukiskan perkembangan peradaban Islam sebagai suatu ledakan yang membahana seluruh dunia. Menariknya lagi, seorang Napoleon Bonaparte menegaskan, “Musa telah mewahyukan kewujudan Tuhan kepada kaumnya, Jesus kepada wilayah Romawi, sementara Muhammad ke seluruh kontinen jagat raya.”

Menurut Pakar Ekonomi Syariah Dr. Syafii Antonio, M.Ec dalam launching buku “Ensiklopedia Peradaban Islam” di Jakarta (26/5), suatu yang mengagumkan, dalam peradaban Islam adalah ketika bahasa Arab digunakan sebagai bahasa ilmu, sains, kedokteran dan sastra. Philip K. HItti dalam bukunya “Short History of the Arabs” menjelaskan, selama berabad-abad bahasa Arab sudah menjadi bahasa ilmu pengetahuan, budaya dan bahasa kemajuan intelektual untuk seluruh dunia saat itu, kecuali timur jauh.

Dari abad ke-9 sampai abas ke-12, karya-karya tentang filosofi, sejarah, kedokteran keagamaan, astronomi dan geografi lebih banyak ditulis dalam bahasa Arab daripada bahasa lainnya. Al Qur’an pun menjadi sumber ajaran dan inspirasi dalam membangun peradaban Islam.

Dikatakan Syafii, ada kesan, seolah awal peradaban Islam yang dicetuskan oleh Nabi Muhammad Saw terputus dengan umat Islam masa kini yang berada di wilayah lain. Sebagai contoh, kita kesulitan bila kita ingin mengenal dinasti-dinasti Islam yang pernah berkuasa di Kota Seville pada abad 9 dan 10 Masehi, termasuk universitas apa saja yang berdiri di Cordova, dan siapa saja tokoh ulama dari Valencia dan Toledo di abad 11.

Demikian juga halnya, saat kita hendak mengetahui para ulama yang pernah hidup dan tinggal di Kota Yerusalem, kampus-kampus yang pernah hadir dan membahana di masa dinasti Nizam al-Mulk.

Lebih jauh lagi, kita hampir benar-benar terputus dengan saudara-saudara Cina Muslim, baik di utara, tengah dan selatan mainland Cina. Kita hampir tidak mengenal bahwa ternyata cukup banyak para jenderal Muslim yang berjuang secara diam-diam pada masa Mao Ze Dong dan Deng Xiao Ping, dan mereka istiqomah membela kepentingan umat Islam di Cina.

Jalan satu-satunya untuk mengenal peradaban Islam di Damaskus, Baghdad dan Yerusalem adalah dengan menelaah kitab-kitab kuning seperti: Tarikh at-Thabari, Tarikh al-Baladzuri, Tarikh Ibnu Khaldun, Tarikh Ibn Katsir, atau Thabaqat Ibn Saad yang bagi kebanyakan orang sangat sulit dan tida mudah di dapat di pesantren-pesantren.

“Memang ada beberapa informasi di website, tetapi itu oun terputus-putus dan tidak jaranf hasi karya ilmiah Barat yang seringkali sudah terdistorsi. Mengingat begitu luas dan besarnya cakupan peradaban Islam ini, saya mengkategorikannya berdasarkan kota pusat-pusat peradaban yang tidak mengikuti rentang kronologis waktu,” kata Syafii Antonio.

Untuk tahap awal, ada 10 kota yang dibahas, yaitu: Makkah, Madinah, Yerusalem, Damaskus, Baghdad, Kairo, Istanbul, Persia, Anadalusia, dan Cina Muslim. Dengan bukti-bukti sejarah ini, tak dapat dipungkiri, bahwa peradaban Islam adalah salah satu peradaban yang paling unik, terlahir paling muda, menyebar paling cepat, mencakup wilayah yang paling luas, dianut oleh sangat banyak jenis suku bangsa dan ras, muncul dalam berbagai aspek yang sangat beragam, baik dalam bidang sastra, kaligrafi, arsitektu, busana dan berbagai disiplin keilmuan.

Lebih dahsyat lagi, semangat yang dikandung Al Qur’an yang bersifat universal dan penuh nilai-nilai, bertemu dengan budaya asal penganut Islam, seperti di Turki, Bosnia, Afrika, Maroko dan Indonesia. Peradaban Islam kemudian terwujud dalam bentuk akulturasi yang sangat unik dan menawan.

“Kita bisa menjadikannya sebagai motivasi dan bekal untuk mengejar berbagai ketinggalan dan kembali memimpin peradaban dunia,” ungkap Syafii Antonio. Desastian

Sumber :http://www.voa-islam.com

Sabtu, 20 Juli 2013

Do'a Seorang Arifin (Orang Yang Menghamba Kepada Alloh Ta'ala)

Kumpulan Cerita Islam (KCI) : Do'a Seorang Arifin (Orang Yang Menghamba Kepada Alloh Ta'ala)

Ya Allah, akulah hamba yg fakir di dlm kekayaanku ini, maka bagaimana tidak akan merasakan kefakiran dlm kefakiranku 

Ya Allah, akulah hamba yg bodoh dlm ilmu pengetahuanku ini, maka bagaimana takkan lebih bodoh lagi dlm hal-hal yg aku masih bodoh tidak menetahuinya 

Ya Alloh,, sesungguhnya dlm perubahan2 aturanMU, dan cepat tibanya takdirMU, kedua-duanya ini telah menahan para hambaMU yg arif utk tenang pada pemberian atau patah harapan daripadaMU, karena bala ujian 

Ya Alloh, daripadaku pasti akan terjadi apa-apa yg layak dengan sifat kerendahan, kekurangan dan kebodohanku, dan daripadaMU YA Allah pasti akan terbit segala hal yg layak dengan kemulìaan dan kebesaranMU 

Ya Alloh, jika timbul daripadaku amal kebaikan, maka itu semata-mata karena kurniaMU, dan Enkau yang berhak untuk menuntut padaku, sebaliknya jika terjadi kejahatan daripadaku, maka itu semata-mata karena keadilanMU, dan Engkau tetap berhak menuntut aku atas kejahatan itu 

Ya Alloh, Engkau telah menyebut diriMU dengan sifat belas kasih terhadap aku sejak sebelum adanya kelemahanku ini, apakah kini Enkau tolak diriku ini dari kedua sifatMU, setelah nyata adanya kelemahan dan kebutuhanku ini 

Ya Alloh, bagaimana Engkau kembalikan padaku untuk mengurusi diriku, padahal Engkau telah menjamin aku, dan bagaimana aku akan hina padahal Engkau yang menolongku, bagaimana aku akan kecewa padahal Enkau yg kasih padaku 

inilah aku mendekat kepadaMU dgn perantara kefakiranku kepadaMU, dan bagaimana aku akan dpt berperantara kepadaMU, dgn sesuatu yg mustahil akan dpt sampai kepadaMU. Dan bagaimana aku akau menyampaikan kepadaMU hal keadaanku, padahal tdk tersembunyi daripadaMU. dan bagaimana akan saya jelaskan padaMU halku, sedang kata2 itu pula dariMU dan kembali kepadaMU. atau bagaimana akan kecewa harapanku, padahal telah datang menghadap kepadaMU. atau bagaimana tdk akan menjadi baik keadaanku, sedang ia berasal daripadaMU dan kembali pula kepadaMU 

Ya Alloh, alangkah besar lunakMU terhadap diriku, padahal sangat dunguku, dan alangkah besar rahmatMU kepadaku, disamping sangat jeleknya perbuatanku 

Ya Alloh, alangkah dekatMU daripadaku, dan alangkah jauhku daripadaMU 

Ya Alloh, alangkah kasihMU kepadaku, maka apakah yg telah menutupi aku daripadaMU 

Ya Alloh, berapa banyak taat yg telah aku lakukan, dan keadaan yg telah saya perbaiki, tiba-tiba harapanku kepadaNYA digagalkan oleh keadilanMU, bahkan aku telah di geserkan oleh kurniaMU daripada bergantung nasib kepada amal perbuatan lahir batin itu 

Ya Alloh, ajarkan kepadaku dari ilmu yg langsung dan masih tersembunyi dlm perbendaharaanMU. dan peliharalah aku dgn rahasia namaMU yg tetap terpelihara 

Ya Alloh, berilah kepadaku tingkat haqiqat orang2 muqarrabin. dan jalankanlah aku di jalanan orang2 yg Engkau kasihi yg tertarik langsung kepadaMU 

Ya Alloh, keluarkan aku dari kerendahan diriku dan bersihkan aku dari keraguan dan syirik sebelum masuk ke lubang kuburku. yakni dilepaskan dari tawanan hawa nafsu, dan mohon keyakinan yg dpt menghilangkan segala ragu dan syirik. hanya kepadaMU aku minta bantuan, maka tolonglah aku, dan padaMU aku menyerah maka jangan memberatkan bebanku, dan padaMU aku mohon, maka jangan dikecewakan, dan pada kurniaMU aku berharap, maka jangan ditolak, dan kepadaMU aku mendekat maka jangan Engkau jauhkan, dan di pintuMU aku berdiri maka jangan KAU usir 

Ya Alloh, dekatkanlah aku kepadaMU dgn rahmatMU supaya segera aku sampai kepadaMU, dan tariklah aku dgn kurniaMU sehingga aku menghadap kepadaMU 

Allohku, harapanku tìdak putus daripadaMU, meskipun aku telah berbuat dosa maksiat, demikian pula rasa takutku kepadaMU tidak hilang meskipun aku telah berbuat taat kepadaMU 

Ya Alloh, yg telah berdinding di balik pagar kemuliaanNYA, sehingga tdk dpt dicapai oleh pandangan mata. Ya Alloh, yg telah menjelma dlm kesempurnaan keindahanNYA, sehingga nyatalah bukti kebesaranNYA dlm hati dan perasaan. Ya Alloh, bagaimana Engkau akan tersembunyi padahal Engkaulah yg sangat zhahir, dan bagaimana Engkau akan gaib, padahal Engkaulah pengawas yg tetap hadir. semoga Allah yg memberì taufiq, dan kepadaNYAlah aku berharap bantuan pertolongan.

Jumat, 19 Juli 2013

Adab adaban Menulis Pujian Terhadap Alloh Ta'ala, Rosululloh Solalloh 'alaihi wa Sallam dan Ucapan Salam (Assalmu'alaikum)

Kumpulan Cerita Islam (KCI) : Adab adaban Menulis Pujian Terhadap Alloh Ta'ala, Rosululloh Solalloh 'alaihi wa Sallam dan Ucapan Salam (Assalmu'alaikum)

Bismillairrohmanirrohiim...
Semoga Artikel ini bisa menambah wawasan kita mengenai bagaimana kita diatur oleh aturan yang begitu agung sehingga semakin diperkecil kesalahan kita dari tingkah laku kita sehari hari.  Mohon maaf jika penulispun sebelumnya belum paham dalam menulis artikel yang sebagian belum menulisnya dengan benar, semoga taufiq dan hidayah selalu tercurah pada diri kita semua...amiin.
Kesalahan dalam menyingkat pujian kepada Allah, shalawat kepada Nabi, serta salam kepada kaum muslimin.

Salah satu bentuk ibadah yang terlalaikan, namun dianggap sebagai hal biasa di kalangan kaum muslimin sekarang ini adalah menulis pujian kepada Allah; shalawat serta salam kepada Nabi; dan salam kepada sesama kaum muslimin dengan cara disingkat… Padahal telah diketahui bahwa dalam kaidah penggunaan bahasa Arab, kesempurnaan tulisan dan pembacaan lafadz akan sangat mempengaruhi arti dan makna dari sebuah kata dan kalimat.
Lalu, bagaimana jika pujian kepada Allah, shalawat kepada nabi, ataupun salam kepada kaum mukminin disingkat dalam penulisannya? Apakah akan merubah arti dan makna kalimat tersebut?!

Adab Menulis Pujian kepada Allaah

Kita banyak mendapati kaum muslimin yang menuliskan setelah menyebut nama Allah dengan penulisan “s.w.t.” (yang dimaksudkan untuk subhaanahu wa ta’ala)… Lantas bagaimana tanggapan ulamaa’ akan hal ini?!

Imam an Nawawiy rahimahullah berkata:

“Dianjurkan bagi penulis hadits apabila melalui penyebutan (nama) Allah ‘azza wa jalla agar menuliskan kata-kata ‘azza wa jalla (yang maha perkasa lagi mulia) atau ta’ala (yang maha tinggi), atau subhanahu wa ta’ala (yang maha suci lagi tinggi), atau tabaraka wa ta’ala (penuh berkah dan maha tinggi), atau jalla dzikruhu (yang mulia sebutannya), atau tabarakasmuhu (pemilik nama yang penuh berkah), atau jallat ‘azhamatuhu (maha mulia kebesarannya), atau yang serupa dengannya…

Hendaknya semua ucapan tersebut ditulis, meskipun dalam naskah aslinya tidak tertulis, karena hal ini bukan termasuk periwayatan, namun sekedar doa. Orang yang membaca (hadits) juga hendaknya membaca setiap ucapan yang telah kami sebutkan tadi, meskipun di dalam teks yang dibacanya doa-doa tersebut tidak disebutkan

  • Janganlah dia merasa bosan mengulang-ulanginya. Barangsiapa yang lalai melakukannya niscaya akan terhalang meraih kebaikan yang amat besar dan kehilangan keutamaan yang sangat agung.” (Muqadimah Syarh Muslim, 1/204)
  • Dikisahkan oleh As-Suyuthi rahimahullah di dalam Tadribu Ar-Rawi bahwa orang yang pertama kali menyingkatkan (shalawat nabi menjadi) shad-lam-’ain-mim dihukum dengan dipotong tangannya [!!] (Dinukil dari Ma’alim fi Thariq Thalabil ‘Ilmi, hal. 249)

Maka bagaimana lagi jika dizaman tersebut didapati orang yang menyingkat nama Allah? atau menyingkat pujian terhadapNya?!

Adab Menulis Shalawat

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam kitab-Nya yang mulia

إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّۚ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا

“Sesungguhnya Allah dan Malaikat-Malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai, orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.” (Qs. Al-Ahzaab: 56)

Dalam ayat ini Allah Subhanahu wa Ta’ala memuliakan Rasul-Nyashallallahu ‘alaihi wa sallam, baik di masa hidup maupun sepeninggal beliau. Allah Subhanahu wa Ta’ala menyebutkan kedudukan Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam di sisi-Nya dan membersihkan beliau dari tindakan atau pikiran jahat orang-orang yang berinteraksi dengan beliau.

Yang dimaksud shalawat Allah adalah puji-pujian-Nya kepada Rasulshallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan yang dimaksud shalawat para malaikat adalah do’a dan istighfar. Sedangkan yang dimaksud shalawat dari ummat beliau adalah do’a dan mengagungkan perintah beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam

(Lihat penjelasan Syaikh Salim bin ‘Ied al-Hilali dalam kitab Bahjatun Naadzirin Syarah Riyadhush Shalihin Bab Shalawat Kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam).

Disunnahkan –sebagian ulama mewajibkannya– mengucapkan shalawat dan salam kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, setiap kali menyebut atau disebut nama beliau, yaitu dengan ucapan: “shallallahu ‘alaihi wa sallam”

(Lihat penjelasan al-Ustadz Abdul Hakim bin Amir Abdat dalam kitab Sifat Shalawat dan Salam Kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam).

Dalam sebuah riwayat dari Husain bin ‘Ali bin Abi Thalib disebutkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda,

البخيل من ذكرت عنده فلم يصل علي

“Orang yang bakhil (kikir/pelit) itu ialah orang yang (apabila) namaku disebut disisinya, kemudian ia tidak bershalawat kepadaku shallallahu ‘alaihi wa sallam.”

(Diriwayatkan oleh Imam Ahmad bin Hambal no. 1736, dengan sanad shahih)

Syaikh Salim bin ‘Ied al-Hilali mengatakan bahwa disunnahkan bagi para penulis agar menulis shalawat kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallamsecara utuh, tidak disingkat (seperti SAW, penyingkatan dalam bahasa Indonesia – pent) setiap kali menulis nama beliau.

[-tambahan abu zuhriy- atau jika berkeinginan, tidak menuliskannya sama sekali dan mengucapkannya secara lisan, sebagaimana yang dilakukan imam Ahmad ketika beliau menulis Musnad-nya, yang beliau bershalawat dengan lisan beliau. -penjelasan ini didapat dari kajian al-ustadz abdulhakim bin amir abdat-]

Al-Ustadz Abdul Hakim bin Amir Abdat juga mengatakan dalam kitab Sifat Shalawat dan Salam Kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwa disukai apabila seseorang menulis nama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka bershalawatlah dengan lisan dan tulisan.

Ketahuilah, shalawat ummat kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallamadalah bentuk dari sebuah do’a. Demikian pula dengan makna salam kita kepada sesama muslim. Dan do’a merupakan bagian dari ibadah. Dan tidaklah ibadah itu akan mendatangkan sesuatu selain pahala dari Allah Jalla wa ‘Ala. Maka apakah kita akan berlaku kikir dalam beribadah dengan menyingkat salam dan shalawat, terutama kepada kekasih Allah yang telah mengajarkan kita berbagai ilmu tentang dien ini?

Apakah kita ingin menjadi hamba-hamba-Nya yang lalai dari kesempurnaan dalam beribadah?

Perkataan para ‘ulama mengenai penyingkatan shålawat

An-Nawawi rahimahullah menjelaskan,
“Dianjurkan bagi penulis hadits… hendaknya menuliskan kata-kata shallallahu ‘alaihi wa sallam secara sempurna ketika menyebutkan nama Nabi (Muhammad), tidak dengan menyingkatnya, dan tidak pula mencukupkan diri pada salah satunya (salam atau shalawat saja)".

Demikian pula dikatakan radhiyallahu’anhu ketika menyebut nama Sahabat. Apabila Sahabat itu anak dari Sahabat yang lain, maka dikatakan radhiyallahu’anhuma. Hendaknya juga mendoakan keridhaan dan rahmat bagi segenap ulama dan orang-orang baik/salih.

Hendaknya semua ucapan tersebut ditulis, meskipun dalam naskah aslinya tidak tertulis, karena hal ini bukan termasuk periwayatan, namun sekedar doa. Orang yang membaca (hadits) juga hendaknya membaca setiap ucapan yang telah kami sebutkan tadi, meskipun di dalam teks yang dibacanya doa-doa tersebut tidak disebutkan

Janganlah dia merasa bosan mengulang-ulanginya. Barangsiapa yang lalai melakukannya niscaya akan terhalang meraih kebaikan yang amat besar dan kehilangan keutamaan yang sangat agung.”

(Muqadimah Syarh Muslim, 1/204).

Dikisahkan oleh As-Suyuthi rahimahullah di dalam Tadribu Ar-Rawi bahwa orang yang pertama kali menuliskan shad-lam-’ain-mim dihukum dengan dipotong tangannya [!!]

(Dinukil dari Ma’alim fi Thariq Thalabil ‘Ilmi, hal. 249)

Ibnu Shalah dalam Ulumul-Hadits berkata:
”Bagi orang yang menulis hadits, diharuskan untuk memberikan shalawat dan salam pada saat dia menyebutkan nama Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam. Dia dituntut untuk tidak bosan dalam mengulang-ulang jika dia berulangkali menyebut kan nama Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam. Karena hal itu merupakan faedah yang terbesar bagi orang-orang yang menuntut ilmu hadits dan orang-orang yang menulisnya. Dan barangsiapa yang lalai akan hal itu, maka dia pada saat itu telah menghilangkan keberuntungan yang sangat besar……”

(Ulumul Hadits li Ibni Shalah halaman 41 menurut tartib donlotan maktabah sahab).

Selanjutnya beliau mengatakan menyebutkan dua kebiasaan yang SALAH dalam penulisan shalawat dan salam terhadap Nabi shallallaahu ’alaihi wasallam yang HARUS DIJAUHI oleh para penulis hadits :

Pertama: Menulisnya dengan tulisan yang kurang (menyingkat) dengan dua huruf atau yang semisalnya [misalnya dia hanya menulisnya dengan dua huruf Shad dan Mim atau lainnya = atau dalam tulisan kita : SAW – Abu Al-Jauzaa’].

Kedua: Menulisnya dengan tulisan yang maknanya berkurang. Misalnya menulisnya dengan : Wasallam. Meskipun kita kadang-kadang menemuinya di dalam tulisan ulama-ulama terdahulu”


Al-Fairuz-Abadi berkata dalam Ash-Shalatu wal-Basyar:

”Tidak seharusnya tulisan shalawat itu mempunyai rumus-rumus tertentu, sebagaimana yang dilakukan oleh sebagian orang-orang yang malas, orang-orang yang bodoh, dan murid-murid yang awam. Mereka menulis shallallaahu ’alaihi wasallam dengan tulisan ”Shal’am” [صلعم]. Untuk itulah, maka tulisan dan bacaan shalawat harus ditulis dan dibaca dengan lengkap, tidak boleh dikurang-kurangi”.

[idem]

Fatwa-Fatwa ‘Ulama Mengenai Penyingkatan Shålawat

Fatwa Al Lajnah Ad-Daimah (Dewan Fatwa Kerajaan Saudi Arabia)

Soal:

Bolehkah menulis huruf ص yang maksudnya shalawat (ucapan shallallahu ‘alaihi wasallam). Dan apa alasannya?

Jawab:

Yang disunnahkan adalah menulisnya secara lengkap –shallallahu ‘alaihi wasallam- karena ini merupakan doa. Doa adalah bentuk ibadah, begitu juga mengucapkan kalimat shalawat ini.

Penyingkatan terhadap shalawat dengan menggunakan huruf – ص atau ص- ع – و (seperti SAW, penyingkatan dalam Bahasa Indonesia -pent) tidaklah termasuk doa dan bukanlah ibadah, baik ini diucapkan maupun ditulis.

Dan juga karena penyingkatan yang demikian tidaklah pernah dilakukan oleh tiga generasi awal Islam yang keutamaannya dipersaksikan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.

Wabillahit taufiq, dan semoga shalawat dan salam tercurah kepada Nabi kita Muhammad, keluarga serta para sahabat beliau.


Fatwa Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullåh

Soal:


Jawab:

Termasuk bagian dari adab-adab menulis hadits sebagaimana dijelaskan oleh para ‘ulama mushthalah (hadits), adalah tidak menyingkat penulisan kalimat shalawat dengan huruf “ص”. Begitu pula tidak dituliskan dengan singkatan “صلعم” [Atau dalam bahasa Indonesia sering ditulis dengan singkatan “SAW” -abul jauzaa]. Tidak diragukan lagi bahwasannya penulisan simbol atau singkatan akan menyebabkan seseorang luput dari pahala bershalawat kepada Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam.

Apabila ia menulis kalimat shalawat dan kemudian ada orang yang membaca tulisan tersebut, maka Penulis pertama akan mendapatkan pahala sebagaimana pahala orang yang membacanya. Tidaklah samar bagi kita apa yang disabdakan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam secara shahih :

“Barangsiapa yang bershalawat kepada beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam satu kali, maka Allah akan bershalawat kepadanya sepuluh kali”

[Shahih; diriwayatkan oleh Muslim no. 384, Abu Dawud no. 523, dan An-Nasa’i no. 678 (tambahan takhrij hadits dari abul jauzaa)]

Tidak sepatutnya bagi seorang mukmin untuk menghalangi dirinya perolehan pahala dan ganjaran akibat ketergesa-gesaannya untuk menyelesaikan apa yang akan ia tulis (dari kalimat shalawat).

[Diambil dan diterjemahkan dari Kitaabul-‘Ilmi karya Asy-Syaikh Muhammad bin Shaalih Al-‘Utsaimin rahimahullah, pertanyaan no. 72, hal. 128-129, tahqiq : Shalaahuddin Mahmuud; Maktabah Nuurul-Hudaa]

Fatwa asy-Syaikh Wasiyullah Abbas (Ulama Masjidil Haram, pengajar di Ummul Qura)

Soal:


Jawab:

Tidak boleh untuk menyingkat salam secara umum dalam tulisan, sebagaimana tidak boleh pula menyingkat shalawat dan salam atas Nabi kita shallallahu ‘alaihi wasallam. Tidak boleh pula menyingkat yang selain ini dalam pembicaraan.

Adab Menulis Salam

Kata salaam memuat makna keterbebasan dari setiap malapetaka dan perlindungan dari segala bentuk aib dan kekurangan. Salaam juga berarti aman dari segala kejahatan dan terlindung dari peperangan. Oleh karena itu, Islam memerintahkan supaya menampakkan salam dan menyebarluaskannya

(Syaikh Salim bin ‘Ied al-Hilali dalam kitab Bahjatun Naadzirin Syarah Riyadhush Shalihin, Bab Keutamaan Salam dan Perintah Untuk Menyebarluaskannya).

Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,

وَإِذَا حُيِّيتُمْ بِتَحِيَّةٍ فَحَيُّوا بِأَحْسَنَ مِنْهَا أَوْ رُدُّوهَاۗ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ حَسِيبًا

“Dan apabila kamu dihormati dengan suatu penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik, atau balaslah (dengan yang serupa). Sesungguhnya Allah memperhitungkan segala sesuatu.”

(Qs. An-Nisaa’: 86)

Yang dimaksud dengan penghormatan pada ayat diatas adalah ucapan salam, yaitu:

- Assalaamu ‘alaykum
- Atau assalaamu ‘alaykum warahmatullaah
- Atau assalamu ‘alaykum warahmatullaah wabarakaatuh

Dalam ayat diatas juga terdapat perintah untuk membalas salam dengan yang lebih baik atau serupa dengan itu. Misalkan ada yang memberi salam dengan ucapan assalaamu ‘alaykum maka balaslah dengan yang serupa, yaitu wa’alaykumussalaam. Atau yang lebih baik dari itu, yaitu, wa’alaykumussalaam warahmatullaah, dan seterusnya.

Dari ayat yang mulia di atas dapat diketahui bahwa hukum menjawab atau membalas salam dengan lafadz yang serupa atau sama dengan apa yang diucapkan adalah fardhu atau wajib. Sedangkan membalas salam dengan lafadz yang lebih baik dari itu hukumnya adalah sunah. Maka berdosalah orang yang tidak menjawab atau membalas salam dengan lafadz yang serupa atau yang lebih baik dari itu. Karena dengan sendirinya dia telah menyalahi perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala yang telah memerintahkan untuk membalas salam orang yang memberi salam kepada kita

(Lihat penjelasan al-Ustadz Abdul Hakim bin Amir Abdat dalam kitab Al-Masaail, Masalah Kewajiban Membalas Salam).

Dari penjelasan di atas, lafadz “aslkm” bahkan “ass” dan singkatan yang sejenisnya bukan termasuk dalam kategori salam. Dan bagaimana lafadz-lafadz tersebut dapat disebut salam, sementara dalam lafadz tersebut tidak mengandung makna salam yaitu penghormatan dan do’a bagi penerima salam. Bahkan lafadz “ass”, dalam perbendaharaan kosa kata asing memiliki pengertian yang tidak sepantasnya, bahkan mengandung unsur penghinaan (wal ‘iyyadzu billah).

Rabu, 17 Juli 2013

Miskin bukan berarti tidak sedekah, buktinya Pak Soleh Tukang Becak Bisa Naik Haji.

KUMPULAN CERITA ISLAM (KCI) : Miskin bukan berarti tidak sedekah, buktinya Pak Soleh Tukang Becak Bisa Naik Haji.

Illustrasi
Semoga Momen Ramadhan ini kita semua diberikan taufiq dan hidayah oleh Allah SWT untuk bisa meneladani kejadian kejadian disekitar kita...
Pak Soleh, demikian orang-orang memanggilnya. Dia hanyalah seorang tukang becak. Sudah bisa ditebak, berapa kekayaannya? Dia hanya punya tempat tinggal, dan itu pun kost di tempat yang kumuh, yang gentengnya sewaktu-waktu bisa bocor karena hujan. Meski begitu, Pak Soleh memiliki budi yang sangat mulia. Kemiskinan yang merenggut kehidupannya, tidak menutup mata batinnya untuk selalu berbagi kepada orang lain.
Siapa kira orang miskin tidak bisa naik haji. Karena sedekah, tukang becak yang satu ini justru mendapatkan keberkahan untuk menunaikan rukun Islam kelima.
Tapi, bukan harta yang bisa ia sumbangkan. Sebab, untuk makan sehari-hari saja sulit, apalagi berniat untuk berbagi harta kepada orang lain. Maka, yang hanya bisa dilakukan Pak Soleh adalah “sedekah jasa”. Yaitu, setiap hari Jum’at ia menggratiskan semua penumpang yang naik becaknya. Ini adalah hal yang luar biasa. Tidak semua orang bisa melakukannya, apalagi orang miskin seperti dirinya. Maka, atas kebaikannya itulah, suatu “keberkahan hidup” kemudian menghampirinya.
Suatu ketika, di hari Jum’at pertama bulan Ramadhan, tiba-tiba, ada orang yang kaya raya mobilnya mogok. Kebetulan, mogoknya tidak jauh dari pangkalan becak Pak Soleh. Orang kaya itu pun bertanya kepada supirnya, “Pir, kalau naik becak kira-kira ongkosnya berapa ya?”
“Paling juga dua sampai tiga ribuan,” jawab supir kepada majikannya.
Orang kaya tersebut pun memutuskan naik becak karena sebenarnya jarak dirinya dengan rumahnya sudah lumayan dekat. Maka, dipanggillah tukang becak yang ada di pangkalan tersebut dan kebetulan Pak Soleh yang datang. Lalu, digoeslah becak itu oleh Pak Soleh menuju rumah orang kaya tersebut. Setelah sampai di tempat, Pak Soleh dikasih uang 10 ribu dan tidak usah dikembalikan. Namun, oleh Pak Soleh uang itu ditolaknya.
“Kenapa Bapak menolaknya?” tanya orang kaya itu..
“Saya sudah meniatkan dari dulu, kalau setiap Jum’at saya menggratiskan semua penumpang yang naik becak saya,” jawabnya jujur.
Setelah itu, Pak Soleh pun pergi meninggalkan orang kaya tersebut. Rupanya, kejadian itu sangat membekas di hati orang kaya tersebut. Orang kaya seperti dirinya saja tidak pernah sedekah, ini orang miskin malah melakukannya dengan begitu tulus. Lalu, dikejarlah Pak Soleh. Setelah dapat, Pak Soleh pun dikasih uang satu juta. Orang kaya itu pikir, Pak Soleh akan menerimanya karena uangnya besar. Tapi, Pak Soleh tetap menolaknya. Lalu, dinaikkan lagi menjadi dua juta dan tetap Pak Soleh menolaknya. Alasan Pak Soleh sama: dia tidak menerima uang sepeser pun di hari Jum’at untuk jasa ojek becaknya. Sebab, dia sudah meniatkannya untuk bersedekah. Subhanallah!
Tapi, hal ini justru membuat orang kaya tersebut semakin penasaran. Maka Jum’at berikutnya (di hari Ramadhan juga), orang kaya itu pun naik becak lagi. Ia sengaja meninggalkan supirnya untuk pulang ke rumah sendiri dan dia lebih memilih berhenti di pangkalan itu untuk bisa naik becak Pak Soleh. Maka diantarlah orang kaya tersebut ke rumahnya oleh Pak Soleh. Setelah sampai, Pak Soleh pun diberikan uang yang lebih besar lagi, kali ini 10 juta. Orang kaya itu pikir Pak Soleh akan tergoda oleh uang sebanyak itu. Tapi, lagi-lagi, perkiraannya meleset. Pak Soleh, sekali lagi, menolak uang yang bagi dia itu sebenarnya sangat besar. Apalagi, sebentar lagi akan Lebaran dan uang itu pasti akan berguna buat dirinya dan keluarganya. Tapi, orangtua itu menolaknya dengan halus.
Kejadian ini benar-benar membuat orang kaya tersebut tidak mengerti. Kenapa orang miskin seperti Pak Soleh tidak mau menerima uang sebesar itu? Padahal, uang itu bisa ia gunakan selama berbulan-bulan. Namun, rasa penasaran orang kaya itu rupanya tidak pernah berhenti. Jum’at berikutnya, dia pun naik becak milik Pak Soleh lagi. Namun, kali ini ia minta diantarkan ke tempat yang lain.
“Pak, antarkan saya ke rumah Bapak,” pinta orang kaya.
“Memangnya, ada apa, Pak?” jawab Pak Soleh polos.
“Pokoknya, antarkan saya saja.”
Akhirnya, Pak Soleh terpaksa mengantarkan orang kaya itu ke rumahnya. Mungkin orang kaya itu hanya ingin menguji: apakah tukang becak itu benar-benar orang miskin ataukah tidak? Mereka pun akhirnya sampai di rumah Pak Soleh. Betapa terkejutnya orang kaya itu, karena rumah yang dimaksud hanyalah sebuah rumah kost yang sangat jelek. Gentengnya sewaktu-waktu bisa roboh karena terpaan air hujan. Karena sangat iba melihat kejadian itu, orang itu pun merogoh uangnya sejumlah Rp. 25 juta.
“Ini Pak, uang sekedarnya dari saya. Mohon Bapak menerimanya,” pinta orang kaya kepada Pak Soleh.
Apa reaksi Pak Soleh? Ternyata, dengan halus dia pun tetap menolaknya. Hal ini benar-benar sangat mengejutkan orang kaya itu. Bagaimana bisa orang semiskin dia menolak uang pemberian sebesar Rp. 25 juta? Kalau bukan dia adalah lelaki yang luar biasa, yang memiliki budi yang sangat luhur.
Akhirnya orang kaya itu pun menyerah. Dia benar-benar kalah dengan ketulusan hati Pak Soleh. Ia percaya bahwa apa yang dilakukan Pak Soleh benar-benar tulus dari hatinya. Ia benar-benar tidak tergoda oleh indahnya dunia dan kilaunya uang jutaan rupiah. Mungkin ia satu pribadi yang langka dari 1000 orang yang ada, yang sewaktu-waktu hanya muncul di dunia. Luar biasa!
Tapi, orang kaya itu berjanji bahwa suatu saat ia akan memberikan yang terbaik buat tukang becak yang berhati mulia tersebut. Sebab, mungkin, baru kali ini hatinya terusik lalu disadarkan oleh orang miskin yang hanya seorang tukang becak. Dan waktu pun terus berlalu.
Lebaran telah tiba. Pak Soleh dan orang kaya itu tidak bertemu lagi. Menjelang Lebaran Haji (Idul Adha), orang kaya itu kembali menemui Pak Soleh di rumah kostnya. Kembali ia pun datang di hari Jum’at. Mudah-mudahan kali ini niatnya tidak sia-sia. Setelah mereka bertemu, di depan Pak Soleh orang kaya kemudian bicara terus terang, “Pak, mohon kali ini niat baik saya diterima. Bapak dan istri serta anak Bapak akan saya berangkatkan haji ke Tanah Suci. Sekali lagi, mohon Bapak menerima niat baik saya ini?”
Pak Soleh menangis di depan istri dan anak semata wayangnya. Pergi ke Mekkah saja tidak pernah ia bayangkan sejak dulu, ini apalagi ia dan keluarganya akan diberangkatkan naik haji. Ini benar-benar hadiah yang sangat luar biasa dari Allah swt. Tawaran orang kaya itu pun diterima Pak Soleh dengan setulus hati.
Maka, Pak Soleh dan keluarganya pun akhirnya pergi haji. Ya, seorang tukang becak yang miskin tapi memiliki hati yang sangat mulia akhirnya bisa melihat keagungan Ka’bah di Mekkah al-Mukarramah dan makam Nabi Muhammad saw di Madinah. Kebaikannya dibalas oleh Allah. Ia yang menolak satu juta, dua juta, 10 juta, hingga Rp. 25 juta, tapi Allah menggantinya dengan haji ke Baitullah, bersama istri dan anaknya! Jadi, berapa kali lipatkah keberkahan yang didapatkan Pak Soleh karena sedekah yang ia lakukan setiap hari Jum’at?! Subhanallah!
Bahkan, tidak saja dihajikan secara gratis, Pak Soleh akhirnya dibuatkan rumah oleh orang kaya tersebut. Maka, semakin berkahlah hidup si tukang becak berhati mulia itu. Dan sejak itu, Pak Soleh pun bisa tinggal di sebuah tempat yang nyaman dan tidak memikirkan lagi uang untuk kost di bulan berikutnya.
Demikian kisah tukang becak yang bisa naik haji karena sedekah yang dilakukannya. Apakah kita sudah seperti Pak Soleh? Dia yang miskin masih memikirkan untuk berbagi untuk orang lain, apalagi kita yang mungkin lebih mampu dibandingkan dia. Mudah-mudahan kita bisa mengikuti jejaknya, terutama dalam hal ketulusannya dalam berbagi! Amin.

sumber:majalah hidayah

Senin, 15 Juli 2013

Ketika Pintu Langit di Tutup untuk para Iblis

Kumpulan Cerita Islam (KCI) : Ketika Pintu Langit di Tutup untuk para Iblis


Bismillahirrohmanirrohim...
Dalam Kitab Al-Jami Liakam Al-Qur'an, dijelaskan bahwa ada 2 hal yang dapat menyebabkan Iblis memekik dengan kerasnya serta menangis dengan tangisan yang memilukan.


Pertama, adalah ketika diturunkannya Surat Al Fatihah, yang mana surat ini adalah surat yang paling afdhal atau lebih utama di dalam Al Qur'an.

Kedua, Pada saat Nabi Muhammad SAW dilahirkan. Beliau adalah makhluk yang paling mulia sejagat raya ini.
Karena berkat bimbingan beliau, orang yang sudah memiliki atau berbuat dosa setumpuk gunung pun bisa terhapus hanya dengan mengucapkan syahadat saja.

Dikelilingi Malaikat.

Kelahiran Nabi Muhammad SAW pada tanggal 12 Rabi'ul Awal di Tahun Gajah, rupanya telah menjadi pukulan tersendiri bagi Iblis dan bala tentaranya. Bagaimana tidak, jika sebelumnya jin-jin bisa leluasa turun naik ke langit dan mencuri percakapan malaikat, maka sejak Rasulullah SAW lahir, maka mereka tidak bisa melakukannya kembali.

Ketika Iblis dan bala tentaranya dilarang naik ke langit, maka mereka berkumpul untuk membahasnya.
Mereka berkata,
"Dahulu kami bisa naik ke langit, akan tetapi hari ini kami telah dilarang untuk naik."

Iblis menjawab,
"Menyebarlah kalian semuanya di muka bumi dari barat sampai timur, dan perhatikanlah dengan seksama apa sebenarnya yang telah terjadi."

Setan-setan itu kemudian menyebar, dan akhirnya setelah mengelilingi muka bumi dari barat ke timur, sampailah mereka ke kota Makkah. Di sana tampak oleh mereka ada bayi kecil mungil yang dikelilingi oleh ribuan malaikat. Bayi tersebut memancarkan cahaya yang sangat terang hingga mencuat ke ujung langit. Sedangkan para malaikat satu persatu mengucapkan selamat atas kelahiran Nabi Muhammad SAW.

Begitu para setan mendekati bayi mungil itu, belum sampai ke tempat, ada malaikat Jibril yang menendangnya hingga terlepar jauh sampai ke Aden.

Iblis Berteriak dengan Sangat Dahsyat.

Setelah melihat kejadian itu, setan-setan segera kembali menghadap Iblis dan menceritakan semua apa yang telah mereka saksikan di kota Makkah.

"Sesungguhnya telah lahir seorang bayi yang memancarkan cahaya yang sangat terang, bayi itu dikelilingi ribuan malaikat yang memberikan ucapan selamat," ujar salah seorang setan.

Mendengar hal itu, iblis pun berteriak dengan suara yang sangat dhsyat,
"Aaaaahhhh......!!! Telah keluar 'Ayatul Alam' dan rahmat bagi bani Adam...!!!"
"Karena itulah kalian semua telah dicegah untuk naik ke langit," kata Iblis setelah berteriak.
Memang benar, setelah Rasulullah lahir ke muka bumi, Allah SWT memerintahkan malaikat untuk menutup tujuh pintu langit dan menjaganya dari jin dan iblis. Sehingga mereka tidak bisa mencuri dengar perbincangan para malaikat dan berita dari langit lagi.

Kenapa Setan Mencuri Dengar Berita dari Langit.
Tak lain adalah untuk menyesatkan manusia, anak turun Nabi Adam as.

Kalau sebelumnya mereka mencuri dengar berita dari langit dan bersekongkol dengan para dukun untuk menyesatkan manusia, saat itu pula tidak bisa lagi mencuri dengar.

Penjagaan Dari Setan/Iblis
Iblis dan anak-anaknya yaitu : Zalnabur, Tzabar, Azwar, Maswath, Dasim dan tugas mereka dalam menyesatkan manusia, kemudian diterangkan pula macam-macam jin yang sebagian iman dan sebagian jadi pengikut Iblis dan anak turunnya, begitu pula tempat tinggal mereka ada yang di darat, di laut, di udara, di hutan-hutan, di jurang-jurang, di gunung-gunung, di lembah-lembah, di kota, di desa, di luar rumah, di dalam rumah, bahkan kemana kita pergi selalu ada yang mengikuti kita. Malahan mereka juga bisa masuk ke dalam badan kita, mengikuti aliran darah kita.

Berkata Iblis : wahai Tuhan, berilah aku tempo (untuk menyesatkan manusia) sampai dengan hari kamat. Alloh berfirman : engkau Iblis, termasuk orang yang diberi tempo. Iblis berkata : sebab Engkau telah menyesatkan aku, maka niscaya aku akan duduk untuk mereka di jalanmu yang lurus, kemudian sungguh aku akan datang kepada mereka dari hadapan mereka, dari belakang mereka, dari kanan mereka dan kiri mereka dan tidak Kamu dapati kebanyakan dari mereka orang-orang yang bersyukur.?

Dan sesungguhnya aku akan menyesatkan mereka dan memberi angan-angan kepada mereka.

Berkata Iblis: Wahai Tuhanku, sebab Engkau telah menyesatkan aku, niscaya aku akan menghiasi (amal) bagi mereka dan niscaya akan kusesatkan mereka semuanya, kecuali hamba-hambamu
dari mereka yang murni.
Iblis mempunyai kesempatan menyesatkan manusia sangat lama, yaitu sampai datangnya hari kamat, berarti dihitung dari zaman Nabi Adam sampai sekarang, dia sudah mempunyai berjuta-juta pengalaman dalam hal menyesatkan manusia, dia sangat profesional lebih-lebih kalau kita memahami ayat-ayat diatas maka kita mengetahui bahwa cara Iblis menjerumuskan manusia ke lembah kesesatan itu dengan cara antara lain :
  • 1. Semua jalan Alloh diduduki Iblis.
  • 2. Iblis datang dari segala arah, dari muka, dari belakang, dari kiri dan kanan.
  • 3. Iblis menghiasi amalan-amalan yang jelek supaya kelihatan baik, amalan-amalan yang jahat kelihatan biasa saja, amalan yang keji kelihatan memuaskan, menyenangkan, lezat, nikmat, sehingga banyak orang yang terpikat.
  • 4. Iblis memberi angan-angan yang muluk-muluk atau harapan-harapan yang menyenangkan padahal kosong belaka.
  • 5. Iblis menyesatkan melalui tempat-tempat vital dengan taktik strategi yang hebat berdasarkan banyak pengalamannya.
Kedudukan Hati bagi Anggota Badan dan Masuknya Iblis ke Dalamnya
Jadi Banyaklah beribadah dan mohon ampunan sebab setan mengganggu setiap saat.
Wallohu'alam

Semoga Bermanfaat

Jumat, 05 Juli 2013

Mengenal Pribadi Ulama Besar Indonesia "Syekh Kholil" Bangkalan Madura

Kumpulan Cerita Islam (KCI) : Mengenal Pribadi Ulama Besar Indonesia "Syekh Kholil" Bangkalan Madura


Sudah Beberapa kali saya singgah dan Menziarahi Maqom Syekh Kholil di Bangkalan, yang terletak di samping Masjid agung Bangkalan, yang tertatarapi dan begitu indah, kala terakhir kali saya kesana Bis beserta Rombongan datangnya Tengah Malam Sekali kira kira pukul satu dini hari sehingga para Peziarah banyak yang Istrirahat terlebih dahulu sebelum melaksanakan do'a, kala itu saya paling dulu pergi ke air mengambil air wudhu dan kemudian naik keatas masjid lantai 2 untuk Tawwasul sendirian, karena saya lihat yang lain masih istirahat terlebih dahulu setelah itu saya ngantuk dan tertidurlah di masjid itu, Wallhu'alam entah berapa lama saya tertidur kemudian saya bermimpi tapi mimpi itu tidak bisa saya ingat kemudian saya ada yang membangunkan tiba-tiba dengan orang berpakain hitam hitam dan sorban hitam dikenakan untuk membangunkan saya pada kaki kaki saya, Astaghfirulloh ungkap saya yang ketiduran dan bangun di kira saya sudah subuh orang bangunkan saya untuk sholat subuh, padahal masih sekitar jam 3an. Terus saya tengok ke Bawah ternyata para jama'ah baru mulai Tawwasul berdo'a di Masjid lantai dasar.
Tidak Lama Kemudian saya ambil air wudhu dan Mengikuti Tawwasul dengan para Guru, demikian Kisah dipertemukannya saya dengan Beliau dalam hal yang tidak saya tahu sebelumnya.

Biografi KH Kholil Bangkalan Madura 
Hari Selasa tanggal 11 Jumadil Akhir 1235 H atau 27 Januari 1820 M, Abdul Lathif seorang Kyai di Kampung Senenan, Desa Kemayoran, Kecamatan Bangkalan, Kabupaten Bangkalan, ujung Barat Pulau Madura, Jawa Timur, merasakan kegembiraan yang teramat sangat. Karena hari itu, dari rahim istrinya lahir seorang anak laki-laki yang sehat, yang diberinya nama Muhammad Kholil, yang kelak akan terkenal dengan nama Mbah Kholil.

KH. Abdul Lathif sangat berharap agar anaknya di kemudian hari menjadi pemimpin umat, sebagaimana nenek moyangnya. Seusai mengadzani telinga kanan dan mengiqamati telinga kiri sang bayi, KH. Abdul Lathif memohon kepada Allah agar Dia mengabulkan permohonannya.

Mbah Kholil kecil berasal dari keluarga ulama. Ayahnya, KH. Abdul Lathif, mempunyai pertalian darah dengan Sunan Gunung Jati. Ayah Abdul Lathif adalah Kyai Hamim, anak dari Kyai Abdul Karim. Yang disebut terakhir ini adalah anak dari Kyai Muharram bin Kyai Asror Karomah bin Kyai Abdullah bin Sayyid Sulaiman. Sayyid Sulaiman adalah cucu Sunan Gunung Jati. Maka tak salah kalau KH. Abdul Lathif mendambakan anaknya kelak bisa mengikuti jejak Sunan Gunung Jati karena memang dia masih terhitung keturunannya.

Oleh ayahnya, ia dididik dengan sangat ketat. Mbah Kholil kecil memang menunjukkan bakat yang istimewa, kehausannya akan ilmu, terutama ilmu Fiqh dan nahwu, sangat luar biasa. Bahkan ia sudah hafal dengan baik Nazham Alfiyah Ibnu Malik (seribu bait ilmu Nahwu) sejak usia muda. Untuk memenuhi harapan dan juga kehausannya mengenai ilmu Fiqh dan ilmu yang lainnya, maka orang tua Mbah Kholil kecil mengirimnya ke berbagai pesantren untuk menimba ilmu.

Belajar ke Pesantren

Mengawali pengembaraannya, sekitar tahun 1850-an, ketika usianya menjelang tiga puluh, Mbah Kholil muda belajar kepada Kyai Muhammad Nur di Pondok Pesantren Langitan, Tuban, Jawa Timur. Dari Langitan beliau pindah ke Pondok Pesantren Cangaan, Bangil, Pasuruan. Kemudian beliau pindah ke Pondok Pesantren Keboncandi. Selama belajar di Pondok Pesantren ini beliau belajar pula kepada Kyai Nur Hasan yang menetap di Sidogiri, 7 kilometer dari Keboncandi. Kyai Nur Hasan ini, sesungguhnya, masih mempunyai pertalian keluarga dengannya.

Jarak antara Keboncandi dan Sidogiri sekitar 7 Kilometer. Tetapi, untuk mendapatkan ilmu, Mbah Kholil muda rela melakoni perjalanan yang terbilang lumayan jauh itu setiap harinya. Di setiap perjalanannya dari Keboncandi ke Sidogiri, ia tak pernah lupa membaca Surah Yasin. Ini dilakukannya hingga ia -dalam perjalanannya itu- khatam berkali-kali.

Orang yang Mandiri

Sebenarnya, bisa saja Mbah Kholil muda tinggal di Sidogiri selama nyantri kepada Kyai Nur Hasan, tetapi ada alasan yang cukup kuat bagi dia untuk tetap tinggal di Keboncandi, meskipun Mbah Kholil muda sebenarnya berasal dari keluarga yang dari segi perekonomiannya cukup berada. Ini bisa ditelisik dari hasil yang diperoleh ayahnya dalam bertani.

Akan tetapi, Mbah Kholil muda tetap saja menjadi orang yang mandiri dan tidak mau merepotkan orangtuanya. Karena itu, selama nyantri di Sidogiri, Mbah Kholil tinggal di Keboncandi agar bisa nyambi menjadi buruh batik. Dari hasil menjadi buruh batik itulah dia memenuhi kebutuhannya sehari-hari.

Sewaktu menjadi Santri Mbah Kholil telah menghafal beberapa matan, seperti Matan Alfiyah Ibnu Malik (Tata Bahasa Arab). Disamping itu beliau juga seorang Hafidz Al-Quran. Beliau mampu membaca Al-Qur’an dalam Qira’at Sab’ah (tujuh cara membaca Al-Quran).

Ke Mekkah

Kemandirian Mbah Kholil muda juga nampak ketika ia berkeinginan untuk menimba ilmu ke Mekkah. Karena pada masa itu, belajar ke Mekkah merupakan cita-cita semua santri. Dan untuk mewujudkan impiannya kali ini, lagi-lagi Mbah Kholil muda tidak menyatakan niatnya kepada orangtuanya, apalagi meminta ongkos kepada kedua orangtuanya.

Kemudian, setelah Mbah Kholil memutar otak untuk mencari jalan kluarnya, akhirnya ia memutuskan untuk pergi ke sebuah pesantren di Banyuwangi. Karena, pengasuh pesantren itu terkenal mempunyai kebun kelapa yang cukup luas. Dan selama nyantri di Banyuwangi ini, Mbah Kholil nyambi menjadi “buruh” pemetik kelapa pada gurunya. Untuk setiap pohonnya, dia mendapat upah 2,5 sen. Uang yang diperolehnya tersebut dia tabung. Sedangkan untuk makan, Mbah Kholil menyiasatinya dengan mengisi bak mandi, mencuci dan melakukan pekerjaan rumah lainnya, serta menjadi juru masak teman-temannya. Dari situlah Mbah Kholil bisa makan gratis.

Akhirnya, pada tahun 1859 M, saat usianya mencapai 24 tahun, Mbah Kholil memutuskan untuk pergi ke Mekkah. Tetapi sebelum berangkat, Mbah Kholil menikah dahulu dengan Nyai Asyik, anak perempuan Lodra Putih.

Setelah menikah, berangkatlah dia ke Mekkah. Dan memang benar, untuk ongkos pelayarannya bisa tertutupi dari hasil tabungannya selama nyantri di Banyuwangi, sedangkan untuk makan selama pelayaran, konon, Mbah Kholil berpuasa. Hal tersebut dilakukan Mbah Kholil bukan dalam rangka menghemat uang, akan tetapi untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah, agar perjalanannya selamat.

Pada tahun 1276 H/1859 M, Mbah Kholil Belajar di Mekkah. Di Mekkah Mbah Kholil belajar dengan Syeikh Nawawi Al-Bantani (Guru Ulama Indonesia dari Banten). Diantara gurunya di Mekkah ialah Syeikh Utsman bin Hasan Ad-Dimyathi, Sayyid Ahmad bin Zaini Dahlan, Syeikh Mustafa bin Muhammad Al-Afifi Al-Makki, Syeikh Abdul Hamid bin Mahmud Asy-Syarwani. Beberapa sanad hadits yang musalsal diterima dari Syeikh Nawawi Al-Bantani dan Abdul Ghani bin Subuh bin Ismail Al-Bimawi (Bima, Sumbawa).

Sebagai pemuda Jawa (sebutan yang digunakan orang Arab waktu itu untuk menyebut orang Indonesia) pada umumnya, Mbah Kholil belajar pada para Syeikh dari berbagai madzhab yang mengajar di Masjid Al-Haram. Namun kecenderungannya untuk mengikuti Madzhab Syafi’i tak dapat disembunyikan. Karena itu, tak heran kalau kemudian dia lebih banyak mengaji kepada para Syeikh yang bermadzhab Syafi’i.

Konon, selama di Mekkah, Mbah Kholil lebih banyak makan kulit buah semangka ketimbang makanan lain yang lebih layak. Realitas ini –bagi teman-temannya, cukup mengherankan. Teman seangkatan Mbah Kholil antara lain: Syeikh Nawawi Al-Bantani, Syeikh Ahmad Khatib Al-Minangkabawi, dan Syeikh Muhammad Yasin Al-Fadani. Mereka semua tak habis pikir dengan kebiasaan dan sikap keprihatinan temannya itu.

Kebiasaan memakan kulit buah semangka kemungkinan besar dipengaruhi ajaran ngrowot (vegetarian) dari Al-Ghazali, salah seorang ulama yang dikagumi dan menjadi panutannya.

Mbah Kholil sewaktu belajar di Mekkah seangkatan dengan KH. Hasyim Asy’ari, KH. Wahab Chasbullah dan KH. Muhammad Dahlan. Namum Ulama-ulama dahulu punya kebiasaan memanggil Guru sesama rekannya, dan Mbah Kholil yang dituakan dan dimuliakan di antara mereka.

Sewaktu berada di Mekkah untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari, Mbah Kholil bekerja mengambil upah sebagai penyalin kitab-kitab yang diperlukan oleh para pelajar. Diriwayatkan bahwa pada waktu itulah timbul ilham antara mereka bertiga, yaitu: Syeikh Nawawi Al-Bantani, Mbah Kholil dan Syeikh Shaleh As-Samarani (Semarang) menyusun kaidah penulisan Huruf Pegon. Huruf Pegon ialah tulisan Arab yang digunakan untuk tulisan dalam bahasa Jawa, Madura dan Sunda. Huruf Pegon tidak ubahnya tulisan Melayu/Jawi yang digunakan untuk penulisan bahasa Melayu.

Mbah Kholil cukup lama belajar di beberapa pondok pesantren di Jawa dan Mekkah. Maka sewaktu pulang dari Mekkah, beliau terkenal sebagai ahli/pakar nahwu, fiqh, tarekat dan ilmu-ilmu lainnya. Untuk mengembangkan pengetahuan keislaman yang telah diperolehnya, Mbah Kholil selanjutnya mendirikan pondok-pesantren di Desa Cengkebuan, sekitar 1 kilometer arah Barat Laut dari desa kelahirannya.

Kembali ke Tanah Air

Sepulangnya dari Tanah Arab (tak ada catatan resmi mengenai tahun kepulangannya), Mbah Kholil dikenal sebagai seorang ahli Fiqh dan Tarekat. Bahkan pada akhirnya, dia pun dikenal sebagai salah seorang Kyai yang dapat memadukan kedua hal itu dengan serasi. Dia juga dikenal sebagai al-Hafidz (hafal Al-Qur’an 30 Juz). Hingga akhirnya, Mbah Kholil dapat mendirikan sebuah pesantren di daerah Cengkubuan, sekitar 1 Kilometer Barat Laut dari desa kelahirannya.

Dari hari ke hari, banyak santri yang berdatangan dari desa-desa sekitarnya. Namun, setelah putrinya, Siti Khatimah dinikahkan dengan keponakannya sendiri, yaitu Kyai Muntaha; pesantren di Desa Cengkubuan itu kemudian diserahkan kepada menantunya. Mbah Kholil sendiri mendirikan pesantren lagi di daerah Kademangan, hampir di pusat kota; sekitar 200 meter sebelah Barat alun-alun kota Kabupaten Bangkalan. Letak Pesantren yang baru itu, hanya selang 1 Kilometer dari Pesantren lama dan desa kelahirannya.

Di tempat yang baru ini, Mbah Kholil juga cepat memperoleh santri lagi, bukan saja dari daerah sekitar, tetapi juga dari Tanah Seberang Pulau Jawa. Santri pertama yang datang dari Jawa tercatat bernama Hasyim Asy’ari, dari Jombang.

Di sisi lain, Mbah Kholil disamping dikenal sebagai ahli Fiqh dan ilmu Alat (nahwu dan sharaf), ia juga dikenal sebagai orang yang “waskita,” weruh sak durunge winarah (tahu sebelum terjadi). Malahan dalam hal yang terakhir ini, nama Mbah Kholil lebih dikenal.

Geo Sosio Politika

Pada masa hidup Mbah Kholil, terjadi sebuah penyebaran Ajaran Tarekat Naqsyabandiyah di daerah Madura. Mbah Kholil sendiri dikenal luas sebagai ahli tarekat; meskipun tidak ada sumber yang menyebutkan kepada siapa Mbah Kholil belajar Tarekat. Tapi, menurut sumber dari Martin Van Bruinessen (1992), diyakini terdapat sebuah silsilah bahwa Mbah Kholil belajar kepada Kyai ‘Abdul Adzim dari Bangkalan (salah satu ahli Tarekat Naqsyabandiyah Muzhariyah). Tetapi, Martin masih ragu, apakah Mbah Kholil penganut Tarekat tersebut atau tidak?

Masa hidup Mbah Kholil, tidak luput dari gejolak perlawanan terhadap penjajah. Tetapi, dengan caranya sendiri Mbah Kholil melakukan perlawanan.

Pertama: Ia melakukannya dalam bidang pendidikan. Dalam bidang ini, Mbah Kholil mempersiapkan murid-muridnya untuk menjadi pemimpin yang berilmu, berwawasan, tangguh dan mempunyai integritas, baik kepada agama maupun bangsa. Ini dibuktikan dengan banyaknya pemimpin umat dan bangsa yang lahir dari tangannya; salah satu diantaranya adalah KH. Hasyim Asy’ari, Pendiri Pesantren Tebu Ireng.

Kedua: Mbah Kholil tidak melakukan perlawanan secara terbuka, melainkan ia lebih banyak berada di balik layar. Realitas ini tergambar, bahwa ia tak segan-segan untuk memberi suwuk (mengisi kekuatan batin, tenaga dalam) kepada pejuang. Mbah Kholil pun tidak keberatan pesantrennya dijadikan tempat persembunyian.

Ketika pihak penjajah mengetahuinya, Mbah Kholil ditangkap dengan harapan para pejuang menyerahkan diri. Tetapi, ditangkapnya Mbah Kholil, malah membuat pusing pihak Belanda. Karena ada kejadian-kejadian yang tidak bisa mereka mengerti; seperti tidak bisa dikuncinya pintu penjara, sehingga mereka harus berjaga penuh supaya para tahanan tidak melarikan diri.

Di hari-hari selanjutnya, ribuan orang datang ingin menjenguk dan memberi makanan kepada Mbah Kholil, bahkan banyak yang meminta ikut ditahan bersamanya. Kejadian tersebut menjadikan pihak Belanda dan sekutunya merelakan Mbah Kholil untuk dibebaskan saja.

Mbah Kholil adalah seorang ulama yang benar-benar bertanggung jawab terhadap pertahanan, kekukuhan dan maju-mundurnya agama Islam dan bangsanya. Beliau sadar benar bahwa pada zamannya, bangsanya adalah dalam suasana terjajah oleh bangsa asing yang tidak seagama dengan yang dianutnya.

Beliau dan keseluruhan suku bangsa Madura seratus persen memeluk agama Islam, sedangkan bangsa Belanda, bangsa yang menjajah itu memeluk agama Kristiani. Sesuai dengan keadaan beliau sewaktu pulang dari Mekkah yang telah berumur lanjut, tentunya Mbah Kholil tidak melibatkan diri dalam medan perang, memberontak dengan senjata tetapi mengkaderkan pemuda di pondok pesantren yang diasaskannya.

Mbah Kholil sendiri pernah ditahan oleh penjajah Belanda karena dituduh melindungi beberapa orang yang terlibat melawan Belanda di pondok pesantrennya. Beberapa tokoh ulama maupun tokoh-tokoh kebangsaan lainnya yang terlibat memperjuangkan kemerdekaan Indonesia tidak sedikit yang pernah mendapat pendidikan dari Mbah Kholil.

Diantara sekian banyak murid Mbah Kholil yang cukup menonjol dalam sejarah perkembangan agama Islam dan bangsa Indonesia ialah KH. Hasyim Asy’ari (pendiri Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang, dan pengasas Nahdlatul Ulama/NU), KH. Abdul Wahab Chasbullah (pendiri Pondok Pesantren Tambak Beras, Jombang), KH. Bisri Syansuri (pendiri Pondok Pesantren Denanyar, Jombang), KH. Ma’shum (pendiri Pondok Pesantren Lasem, Rembang, adalah ayahanda KH. Ali Ma’shum), KH. Bisri Mustofa (pendiri Pondok Pesantren Rembang), dan KH. As’ad Syamsul `Arifin (pengasuh Pondok Pesantren Asembagus, Situbondo).

Karomah Mbah Kholil

Ulama besar yang digelar oleh para Kyai sebagai “Syaikhuna” yakni guru kami, karena kebanyakan Kyai-Kyai dan pengasas pondok pesantren di Jawa dan Madura pernah belajar dan nyantri dengan beliau. Pribadi yang dimaksudkan ialah Mbah Kholil. Tentunya dari sosok seorang Ulama Besar seperti Mbah Kholil mempunyai karomah.

Istilah karomah berasal dari bahasa Arab. Secara bahasa berarti mulia, Syeikh Thahir bin Shaleh Al-Jazairi dalam kitab Jawahirul Kalamiyah mengartikan kata karomah adalah perkara luar biasa yang tampak pada seorang wali yang tidak disertai dengan pengakuan seorang Nabi.

Adapun karomah Mbah Kholil diantaranya:

1. Membelah Diri
  • Kesaktian lain dari Mbah Kholil, adalah kemampuannya membelah diri. Dia bisa berada di beberapa tempat dalam waktu bersamaan. Pernah ada peristiwa aneh saat beliau mengajar di pesantren. Saat berceramah, Mbah Kholil melakukan sesuatu yang tak terpantau mata. ”Tiba-tiba baju dan sarung beliau basah kuyup,” Cerita KH. Ghozi.
  • Para santri heran. Sedangkan beliau sendiri cuek, tak mau menceritakan apa-apa. Langsung ngeloyor masuk rumah, ganti baju.
  • Teka-teki itu baru terjawab setengah bulan kemudian. Ada seorang nelayan sowan ke Mbah Kholil. Dia mengucapkan terimakasih, karena saat perahunya pecah di tengah laut, langsung ditolong Mbah Kholil.
  • ”Kedatangan nelayan itu membuka tabir. Ternyata saat memberi pengajian, Mbah Kholil dapat pesan agar segera ke pantai untuk menyelamatkan nelayan yang perahunya pecah. Dengan karomah yang dimiliki, dalam sekejap beliau bisa sampai laut dan membantu si nelayan itu,” Papar KH. Ghozi yang kini tinggal di Wedomartani Ngemplak Sleman ini.

2. Menyembuhkan Orang Lumpuh Seketika
  • Dalam buku yang berjudul “Tindak Lampah Romo Yai Syeikh Ahmad Jauhari Umar” menerangkan bahwa Mbah Kholil Bangkalan termasuk salah satu guru Romo Yai Syeikh Ahmad Jauhari Umar yang mempunyai karomah luar biasa. Diceritakan oleh penulis buku tersebut sebagai berikut:
  • “Suatu hari, ada seorang keturunan Cina sakit lumpuh, padahal ia sudah dibawa ke Jakarta tepatnya di Betawi, namun belum juga sembuh. Lalu ia mendengar bahwa di Madura ada orang sakti yang bisa menyembuhkan penyakit. Kemudian pergilah ia ke Madura yakni ke Mbah Kholil untuk berobat. Ia dibawa dengan menggunakan tandu oleh 4 orang, tak ketinggalan pula anak dan istrinya ikut mengantar.
  • Di tengah perjalanan ia bertemu dengan orang Madura yang dibopong karena sakit (kakinya kerobohan pohon). Lalu mereka sepakat pergi bersama-sama berobat ke Mbah Kholil. Orang Madura berjalan di depan sebagai penunjuk jalan. Kira-kira jarak kurang dari 20 meter dari rumah Mbah Kholil, muncullah Mbah Kholil dalam rumahnya dengan membawa pedang seraya berkata: “Mana orang itu?!! Biar saya bacok sekalian.”
  • Melihat hal tersebut, kedua orang sakit tersebut ketakutan dan langsung lari tanpa ia sadari sedang sakit. Karena Mbah Kholil terus mencari dan membentak-bentak mereka, akhirnya tanpa disadari, mereka sembuh. Setelah Mbah Kholil wafat kedua orang tersebut sering ziarah ke makam beliau.

3. Kisah Pencuri Timun Tidak Bisa Duduk
  • Pada suatu hari petani timun di daerah Bangkalan sering mengeluh. Setiap timun yang siap dipanen selalu kedahuluan dicuri maling. Begitu peristiwa itu terus-menerus, akhirnya petani timun itu tidak sabar lagi. Setelah bermusyawarah, maka diputuskan untuk sowan ke Mbah Kholil. Sesampainya di rumah Mbah Kholil, sebagaimana biasanya Kyai tersebut sedang mengajarkan kitab Nahwu. Kitab tersebut bernama Jurumiyah, suatu kitab tata bahasa Arab tingkat pemula.
  • “Assalamu’alaikum, Kyai,” Ucap salam para petani serentak.
  • “Wa’alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh,“ Jawab Mbah Kholil.
  • Melihat banyaknya petani yang datang. Mbah Kholil bertanya: “Sampean ada keperluan, ya?”
  • “Benar, Kyai. Akhir-akhir ini ladang timun kami selalu dicuri maling, kami mohon kepada Kyai penangkalnya,” Kata petani dengan nada memohon penuh harap.
  • Ketika itu, kitab yang dikaji oleh Kyai kebetulan sampai pada kalimat “qoma zaidun” yang artinya “zaid telah berdiri”. Lalu serta-merta Mbah Kholil berbicara sambil menunjuk kepada huruf “qoma zaidun”.
  • “Ya.., Karena pengajian ini sampai ‘qoma zaidun’, ya ‘qoma zaidun’ ini saja pakai sebagai penangkal,” Seru Kyai dengan tegas dan mantap.
  • “Sudah, Pak Kyai?” Ujar para petani dengan nada ragu dan tanda tanya.
  • “Ya sudah,” Jawab Mbah Kholil menandaskan.
  • Mereka puas mendapatkan penangkal dari Mbah Kholil. Para petani pulang ke rumah mereka masing-masing dengan keyakinan kemujaraban penangkal dari Mbah Kholil.
  • Keesokan harinya, seperti biasanya petani ladang timun pergi ke sawah masing-masing. Betapa terkejutnya mereka melihat pemandangan di hadapannya. Sejumlah pencuri timun berdiri terus-menerus tidak bisa duduk. Maka tak ayal lagi, semua maling timun yang selama ini merajalela diketahui dan dapat ditangkap. Akhirnya penduduk berdatangan ingin melihat maling yang tidak bisa duduk itu, semua upaya telah dilakukan, namun hasilnya sia-sia. Semua maling tetap berdiri dengan muka pucat pasi karena ditonton orang yang semakin lama semakin banyak.
  • Satu-satunya jalan agar para maling itu bisa duduk, maka diputuskan wakil petani untuk sowan ke Mbah Kholil lagi. Tiba di kediaman Mbah Kholil, utusan itu diberi obat penangkal. Begitu obat disentuhkan ke badan maling yang sial itu, akhirnya dapat duduk seperti sedia kala. Dan para pencuri itupun menyesal dan berjanji tidak akan mencuri lagi di ladang yang selama ini menjadi sasaran empuk pencurian.
  • Maka sejak saat itu, petani timun di daerah Bangkalan menjadi aman dan makmur. Sebagai rasa terima kasih kepada Mbah Kholil, mereka menyerahkan hasil panenannya yaitu timun ke pondok pesantren berdokar-dokar. Sejak itu, berhari-hari para santri di pondok kebanjiran timun, dan hampir-hampir di seluruh pojok-pojok pondok pesantren dipenuhi dengan timun.

4. Kisah Ketinggalan Kapal Laut
  • Kejadian ini pada musim haji. Kapal laut pada waktu itu, satu-satunya angkutan menuju Mekkah. Semua penumpang calon haji naik ke kapal dan bersiap-siap, tiba-tiba seorang wanita berbicara kepada suaminya: “Pak, tolong saya belikan anggur, saya ingin sekali,” Ucap istrinya dengan memelas.
  • “Baik, kalau begitu. Mumpung kapal belum berangkat, saya akan turun mencari anggur,” Jawab suaminya sambil bergegas ke luar kapal.
  • Suaminya mencari anggur di sekitar ajungan kapal, nampaknya tidak ditemui penjual buah anggur seorangpun. Akhirnya dicobanya masuk ke pasar untuk memenuhi keinginan istrinya tercinta. Dan meski agak lama, toh akhirnya anggur itu didapat juga. Betapa gembiranya sang suami mendapatkan buah anggur itu. Dengan agak bergegas, dia segera kembali ke kapal untuk menemui isterinya. Namun betapa terkejutnya setelah sampai ke ajungan, kapal yang akan ditumpangi semakin lama semakin menjauh. Sedih sekali melihat kenyataan ini. Ia duduk termenung tidak tahu apa yang mesti diperbuat.
  • Di saat duduk memikirkan nasibnya, tiba-tiba ada seorang laki-laki datang menghampirinya. Dia memberikan nasihat: “Datanglah kamu kepada Mbah Kholil Bangkalan, utarakan apa musibah yang menimpa dirimu!” Ucapnya dengan tenang.
  • “Mbah Kholil?” Pikirnya. “Siapa dia, kenapa harus ke sana, bisakah dia menolong ketinggalan saya dari kapal?” Begitu pertanyaan itu berputar-putar di benaknya.
  • “Segeralah ke Mbah Kholil minta tolong pada-Nya agar membantu kesulitan yang kamu alami, insya Allah,” Lanjut orang itu menutup pembicaraan.
  • Tanpa pikir panjang lagi, berangkatlah sang suami yang malang itu ke Bangkalan. Setibanya di kediaman Mbah Kholil, langsung disambut dan ditanya: “Ada keperluan apa?”
  • Lalu suami yang malang itu menceritakan apa yang dialaminya mulai awal hingga datang ke Mbah Kholil. Tiba-tiba Kyai itu berkata: “Lho, ini bukan urusan saya, ini urusan pegawai pelabuhan. Sana pergi!”
  • Lalu suami itu kembali dengan tangan hampa. Sesampainya di pelabuhan sang suami bertemu lagi dengan orang laki-laki tadi yang menyuruh ke Mbah Kholil, lalu bertanya: ”Bagaimana, sudah bertemu Mbah Kholil?”
  • “Sudah, tapi saya disuruh ke petugas pelabuhan,” Katanya dengan nada putus asa.
  • “Kembali lagi, temui Mbah Kholil!” Ucap orang yang menasehati dengan tegas tanpa ragu.
  • Maka sang suami yang malang itupun kembali lagi ke Mbah Kholil. Begitu dilakukannya sampai berulang kali. Baru setelah ketiga kalinya, Mbah Kholil berucap: “Baik kalau begitu, karena sampeyan ingin sekali, saya bantu sampeyan.”
  • “Terima kasih Kyai,” Kata sang suami melihat secercah harapan.
  • “Tapi ada syaratnya,” Ucap Mbah Kholil.
  • “Saya akan penuhi semua syaratnya,” Jawab orang itu dengan sungguh-sungguh.
  • Lalu Mbah Kholil berpesan: “Setelah ini, kejadian apapun yang dialami sampeyan jangan sampai diceritakan kepada orang lain, kecuali saya sudah meninggal. Apakah sampeyan sanggup?” Seraya menatap tajam.
  • “Sanggup Kyai,“ Jawabnya spontan.
  • “Kalau begitu ambil dan pegang anggurmu pejamkan matamu rapat-rapat,” Kata Mbah Kholil.
  • Lalu sang suami melaksanakan perintah Mbah Kholil dengan patuh. Setelah beberapa menit berlalu dibuka matanya pelan-pelan. Betapa terkejutnya dirinya sudah berada di atas kapal tadi yang sedang berjalan. Takjub heran bercampur jadi satu, seakan tak mempercayai apa yang dilihatnya. Digosok-gosok matanya, dicubit lengannya. Benar kenyataan, bukannya mimpi, dirinya sedang berada di atas kapal. Segera ia temui istrinya di salah satu ruang kapal.
  • “Ini anggurnya, dik. Saya beli anggur jauh sekali,” Dengan senyum penuh arti seakan tidak pernah terjadi apa-apa dan seolah-olah datang dari arah bawah kapal.
  • Padahal sebenarnya dia baru saja mengalami peristiwa yang dahsyat sekali yang baru kali ini dialami selama hidupnya. Terbayang wajah Mbah Kholil. Dia baru menyadarinya bahwa beberapa saat yang lalu, sebenarnya dia baru saja berhadapan dengan seseorang yang memiliki karomah yang sangat luar biasa.
Jika Allah Ta'ala berkehendak maka jadilah,
Wallohu'alam Bi showab..

Copyright @ 2013 ilmu tentang islam.