Rabu, 08 Januari 2014

Ahli Sunnah Wal Jamaah | Penjelasan Para Ulama Mengenai Al-Jama’ah

Kumpulan Cerita Islam (KCI) : Ahli Sunnah Wal Jamaah | Penjelasan Para Ulama Mengenai Al-Jama’ah

Habib Sehon - Bekasi

Jama’ah termasuk 73 golongan umat Nabi Muhammad shallallahu ’alaihi wasalam, mereka lah yang selamat semantara 72 lainnya celaka. Mereka selamat sebab memiliki pemahaman yang sesuai dengan pemahaman Nabi shallallahu’alaihi wasalam dan para sahabatnya radhiyallahu’anhum ajma’in. Oleh sebab itu mereka disebut Sawadul A’zham, yaitu kebenaran dan pengikutnya.

Jama’ah pasti sesuai dengan ketaatan kepada Allah Ta’ala, baik itu banyak atau sendirian dalam menetapi kebenaran itu. Perkataan mereka bahwa yang disebut jama’ah itu paling sedikit tiga orang adalah salah, pemahaman seperti itu adalah pemahaman orang bodoh, prasangka orang awam, bukan pemahaman para ulama.

Dalam jama’ah pasti ada ulama yang paham Al-Qur’an dan Sunnah, sebab mereka adalah pemilik ilmu. Sesungguhnya kelalaian dan kesalahan hanya ada pada firqah, adapun Al-Jama’ah maka tidak mungkin terdapat kelalaian dari makna al-kitab dan as-sunnah. Sebab mereka mengutamakan firman Allah daripada pendapat berbagai macam jenis manusia, mengedepankan petunjuk Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam daripada petunjuk siapapun.

Penjelasan :

Jama’ah adalah segolongan dari 73 golongan umat Nabi Muhammad shallallahu ’alaihi wasalam, mereka lah yang selamat semantara 72 lainnya celaka.

Diantara dailnya adalah hadits Auf ibn Malik radhiyallahu’anhu dan lainnya, Rasulullah shallallahu’alaihi wasalam bersabda, artinya : “…Dan demi Dzat yang diri Muhammad ada ditangan-Nya, umatku pun akan terpecah menjadi 73 golongan dan seluruhnya akan masuk ke dalam neraka kecuali satu kelompok”.Para sahabat bertanya, “Siapa kelompok itu wahai Rasulullah?”.

قال الجماعة
Beliau menjawab, “Al-Jamaah”.

Hadits ini shahih, diriwayatkan oleh Ibnu Majah (2/1322) no. 3992, Al-Hakim (1/144), Thabrani (18/70) no. 129, Ibnu Abi Ashim dalam As-Sunnah (1/32) no. 63, Al-Lalikai dalam I’tiqad Ahlus Sunnah (1/101) no. 149 dan lain-lain dari Auf ibn Malik radhiyallahu’anhu. Syaikh Al-Albani (w. 1420 H) mentakhrijnya dalam Silsilah Al-Hadits Ash-Shahihah no. 1492.

Mereka selamat sebab memiliki pemahaman yang sesuai dengan pemahaman Nabi shallallahu’alaihi wasalam dan para sahabatnya radhiyallahu’anhum ajma’in.

Diantara dailnya adalah hadits Abdullah ibn Amr bin Al-Ash radhiyallahu’anhu tentang terpecahnya umat ini menjadi 73 golongan : Ada yang bertanya kepada Nabi shallallahu’alaihi wasalam : “Siapakah yang satu (yang selamat) itu wahai Rasulullah ?”. Beliau menjawab,

ما أنا عليه ]اليوم[ وأصحابي.

Artinya : “Apa yang saya diatasnya [pada hari ini] dan para sahabatku”.

Berkata Abu Isa (Tirmidzi), “Ini hadits mufasir”.

HASAN, diriwayatkan oleh Tirmidzi (5/26) no. 2641, dikeluarkan juga oleh Al-Hakim dalam Al-Mustadrak (1/218) no. 444 tambahan dalam kurung dari riwayatnya.

Berkata Ibnu Hibban rahimahullahu dalam Shahihnya (8/44) : ”Perintah berjama'ah dengan lafadz umum dan yang dimaksud darinya khusus ; karena Al-Jama'ah adalah ijma' para sahabat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, maka barangsiapa yang berpegang teguh kepada apa yang telah mereka pahami dan menyelisihi orang-orang yang setelah mereka bukanlah termasuk orang yang menyelisihi Al-Jama'ah dan tidak juga memisahkan diri darinya. Barangsiapa yang menyelisihi mereka dan mengikuti orang-orang setelah mereka maka dia menjadi penyelisih Al-Jama'ah. Dan Al-Jama'ah setelah sahabat adalah kaum-kaum yang berkumpul padanya agama, akal, ilmu dan senantiasa meninggalkan hawa nafsu yang mereka miliki walaupun sedikit jumlah mereka dan bukanlah rakyat kecil dan awam mereka walaupun banyak jumlahnya”.

Al-Khallal rahimahullahu berkata: “Al-Jamaah adalah Jama’atul Muslimin yaitu para sahabat serta orang-orang yang mengikuti mereka dengan ihsan sampai akhir zaman. Mengikuti mereka merupakan hidayah sedangkan menyelisihi mereka adalah sesat sebagaimana tersebut dalam firman Allah : “Barangsiapa menentang Rasul setelah jelas baginya kebenaran dan mengikuti selain jalannya mukminin (para sahabat radhiallahu’anhum) maka Kami biarkan dia bergelimang dengan kesesatan dan Kami masukan ke dalam jahanam dan jahanam itu seburuk-buruknya tempat kembali” (Qs. An-Nissa ayat 115). [As-Sunnah hal. 79].

Al-Barbahari rahimahullahu berkata, “Asas bangunan jamaah ialah Sahabat Muhammad shallallaahu ‘alaihi wasallam dan mereka adalah ahli sunnah wal jamaah”.[Syarhus Sunnah hal. 21]

Imam Ibn Abi Izz rahimahullahu, Beliau berkata, “Al-Jama’ah adalah jamaah kaum muslimin, yaitu para sahabat dan tabi’in yang mengikuti mereka dengan baik hingga hari pembalasan”.[Syarh Aqidah Ath-Thahawiyah hal. 431].

Oleh sebab itu mereka disebut Sawadul A’zham,

Diantara dailnya adalah hadits Abu Umammah radliyallaahu‘anhu, beliau berkata,

ان بني إسرائيل افترقت على إحدى وسبعين فرقة ةهذ الأمة تزيد عليها واحدة كلها في النار إلا السواد الأعظم وهي الجماعة

Artinya : “Bani Israil terpecah menjadi 71 golongan dan ummat ini lebih banyak satu golongan dari mereka, semua di neraka kecuali As-Sawadul A’zham itulah al-jamaah”.

Dikeluarkan oleh Ibn Nasr dalam As-Sunnah h. 22 no. 56 dengan lafazh ini. Hadits ini dikeluarkan dengan lafazh lain oleh jumhur muhaditsin.

Yaitu kebenaran dan pengikutnya.

Sebagaimana Al-Barbahari berkata,

السواد الأعظم الحق وأهله
Artinya : “Sawadul A’zham adalah kebenaran dan pengikutnya” [Syarhus Sunnah hal. 26 no. 3].

Imam Abu Syamah rahimahullahu berkata: ”Dimana telah datang perintah memegang teguh Al-Jama'ah, maka yang dimaksud dengannya adalah berpegang teguh kepada kebenaran dan mengikutinya, walaupun orang yang berpegang teguh itu sedikit dan yang menyelisihinya itu banyak, karena kebenaran yang dimiliki Al-Jama'ah pertama dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dan sahabat-sahabatnya tidak memandang kepada banyaknya ahli kebatilan setelah mereka”. [Al-Baa'its 'Ala Inkaril Bidaa' wal Hawaadits hal. 22]

Imam Ibn Qayyim rahimahullahu berkata, ”Alangkah bagusnya apa yang dikatakan Abu Syamah dalam kitabnya Al-Hawadits wal Bid’a. Ketika datang perintah untuk berpegang dengan jamaah maka yang dimaksudkan dengannya adalah berpegang kepada kebenaran dan mengikutinya. Sebab orang yang berpegang dengannya sangat sedikit dan yang menentangnya demikian banyaknya. Sesungguhnya yang dimaksud dengan kebenaran ialah apa-apa yang dipahami oleh jamaah pertama dari kalangan para sahabat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam”. [Ighatsatul Lahfan (1/80)].

Jama’ah pasti sesuai dengan ketaatan kepada Allah Ta’ala, baik itu banyak atau sendirian dalam menetapi kebenaran itu,

Sebagaimana Abdullah ibn Mas’ud radliyallaahu‘anhu berkata : “Al-Jama'ah itu adalah yang sesuai dengan ketaatan kepada Allah SWT walaupun kamu sendirian”.

Dikeluarkan oleh Al-Lalikai dalam Syarah Ushul I’tiqad Ahlus Sunnah wal Jamaah (1/108-109) no. 160 dan Ibnu Atsakir dalam Tarikh Dimasyqi (13/322/2) ditakhrij Al-Albani dalam al-Misykat (1/61).

Sebab itulah perkataan mereka bahwa yang disebut jama’ah itu paling sedikit tiga orang adalah salah,

Ibn Qutaibah Ad-Daunuri rahimahullahu berkata:

قالوا وأقل ما تكون الطائفة ثلاثة وغلطوا في هذا القول لأن الطائفة تكون واحدا واثنين وثلاثة وأكثر لأن الطائفة بمعنى القطعة والواحد قد يكون قطعة من القوم وقال الله تعالى وليشهد عذابهما طائفة من المؤمنين يريد الواحد والاثنين

Artinya : “Mereka berkata : "Paling sedikit untuk dinamakan Jama'ah adalah tiga dan mereka salah dalam hal ini, karena Thaifah itu bisa satu dan tiga dan lebih, karena thoifah bermakna satu bagian dan satu. kadang-kadang pula bermakna satu bagian dari kaum sebagaimana firman Allah Subhnahu wa Ta'ala: "Artinya : Hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan dari orang-orang yang beriman" [An-Nur : 2] maksudnya seorang atau dua orang”. [Ta'wil Mukhtalafil Hadits hal. 45].

Pemahaman seperti itu adalah pemahaman orang bodoh,

Ishaq bin Rahawaih rahimahullahu berkata :

لو سألت الجهال من السواد الأعظم قالوا جماعة الناس ولا يعلمون ان الجماعة عالم متمسك بأثر النبي صلى الله عليه و سلم وطريقه فمن كان معه وتبعه فهو الجماعة ومن خالفه فيه ترك الجماعة

Artinya : ”Seandainya kamu bertanya kepada orang yang jahil (bodoh) tentang As-Sawaadul A'dzam, niscaya akan mengatakan : Jama'ah orang-orang, mereka tidak mengetahui bahwa Al-Jama'ah adalah seorang alim yang berpegang teguh kepada atsar Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dan jalannya, maka siapa saja yang bersama dan mengikutinya maka dia adalah Al-Jama'ah, dan siapa saja yang menyelisihinya maka dia keluar dari al-jama’ah”. [Abu Nua'im dalam Hilyatul Auliya' (9/239) – cet Beirut].

Prasangka orang awam, bukan pemahaman para ulama.

Asy-Syathibi rahimahullahu berkata,

فانظر في حكايته تتبين غلط من ظن أن الجماعة هي جماعة الناس وإن لم يكن فيهم عالم وهو وهم العوام لا فهم العلماء فلبثبت الموفق في هذه المزلة قدمه لئلا يضل عن سواء السبيل ولا توفيق إلا بالله

Artinya : “Perhatikanlah kisah yang menjelaskan tentang kekeliruan orang yang mengira bahwa yang dimaksud al-jama’ah adalah sekelompok orang, meski didalamnya tidak terdapat orang alim. Ini adalah prasangka orang awam, bukan pemahaman para ulama. Kita sebaiknya memantapkan pijakan kaki kita, agar tidak tersesat ke dalam jalan yang buruk. Tiada taufik selain dari Allah”. [Al-I’tisham 2/791, sebelum permasalahan ke delapan belas, bab sebab pecahnya kelompok yang membuat bid’ah].

Dalam jama’ah pasti ada ulama yang paham Al-Qur’an dan Sunnah sebab mereka adalah pemilik ilmu,

Ibn Hajar rahimahullahu berkata,

أن المراد بالوصف المذكور أهل السنة والجماعة وهو أهل العلم الشرعي

Artinya : “Yang dimaksud dengan pernyataan tersebut adalah ahlus sunnah wal jamaah, dan mereka itu adalah orang-orang yang mengetahui ilmu syar’i”. [Fathul Baari (16/133)].

Imam Tirmidzi rahimahullahu dalam Al-Jami (4/467) berkata, ”Tafsiran jama’ah menurut para ulama adalah ahli fikih, ahli ilmu dan ahli hadits”.

Sesungguhnya kelalaian dan kesalahan hanya ada pada firqah, adapun Al-Jama’ah maka tidak mungkin terdapat kelalaian dari makna al-kitab dan as-sunnah

Imam Syafi'i berkata, “Sesungguhnya kelalaian dan kesalahan hanya ada pada kelompok-kelompok (perpecahan) adapun Al-Jama’ah maka tidak mungkin terdapat kelalaian dari makna al-kitab dan as-sunnah, juga dalam qiyas, insya Allah Ta’ala” [Basharu Dzawi, hal 99].

Sebab mereka mengutamakan firman Allah daripada pendapat berbagai macam jenis manusia, mengedepankan petunjuk Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam daripada petunjuk siapapun,

Syaikhul Islam Ibn Taimiyah rahimahullahu, Beliau berkata, “Dan mereka mengetahui bahwa perkataan yang paling benar adalah firman Allah dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam. Mereka lebih mengutamakan firman Allah daripada pendapat berbagai macam jenis manusia, mengedepankan petunjuk Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam daripada petunjuk siapapun, maka dari itu mereka disebut ahlu Qur’an dan Sunnah dan dinamakan ahlul Jamaah”. [Al-Fatawa (3/157)].

0 komentar:

Posting Komentar

Copyright @ 2013 ilmu tentang islam.