Kumpulan Cerita Islam (KCI) : Tajrid, Bekerja adalah Kewajiban
Hikmah 2: Pekerjaan Yang Tidak didasari Karena Allah Ta'ala adalah Hawa Nafsu
إرادتُكَ التجريدَ مع إقامةِ الله إِيَّاكَ في الأسباب من الشَّهوة الخفيةِ وإرادتُكَ الأسبابَ مع إقامةِ الله إِيَّاكَ في التجريد انحطاطٌ عن الهِمَّةِ العَلَيَّةِ
Keinginanmu untuk meninggalkan pekerjaan-pekerjaan duniawi di saat Allah menempatkanmu sebagai para pekerja adalah termasuk syahwat (hawa nafsu) yang samar. Sedangkan keinginanmu untuk sibuk dalam pekerjaan duniawi di saat Allah menempatkanmu di tingkatan orang yang meninggalkan pekerjaan duniawi adalah pemerosotan dari semangat yang luhur.
Dalam dunia sufi, Tajrid adalah pengasingan diri dari urusan-urusan duniawi untuk sepenuhnya fokus pada urusan-urusan akhrawi/akhirat. Tajrid adalah salah satu tingkatan tinggi yang dapat dicapai oleh seorang salik (penempuh jalan Allah). Tingkat ini membutuhkan ketawakkalan, kesabaran dan kegigihan untuk mendekatkan diri kepada Allah yang luar biasa. Karenanya, tidak semua orang dapat mencapai tingkat ini.
Terkadang, seorang salik yang belum siap betul kualitasnya mempunyai keinginan hati untuk bertajrid dan meninggalkan seluruh kegiatan duniawinya dengan tujuan bisa naik ke tingkatan yang lebih tinggi, padahal waktu itu Allah menempatkannya dalam posisi sebagai pekerja duniawi. Ini sesungguhnya adalah syahwatnya yang samar. Disebut samar karena maksudnya adalah baik, dan disebut syahwat (hawa nafsu) karena dia keinginannya bertentangan dengan penempatan Allah terhadap dirinya. Ciri-ciri Allah menempatkan seseorang dalam tingkatan para pekerja duniawi adalah Allah menyibukkannya dengan hal itu dalam waktu yang lama dan menjadikan pekerjaan itu sebagai kebutuhan pokoknya yang tidak bisa ditinggalkan sepenuhnya. Keinginan untuk bertajrid pada orang-orang semacam ini sejatinya adalah bisikan setan agar orang itu kacau kehidupannya karena memang dia belum siap untuk tingkatan itu.
Sebagian orang yang kualitas dirinya telah begitu baik; ilmu, amal dan riyadlahnya/penempaan dirinya telah melebihi kebanyakan orang, ditempatkan Allah dalam tingkatan Tajrid. Allah telah memudahkan rizkinya dengan cara yang tidak bisa dimengerti oleh akal tanpa dia harus mencarinya dan memberinya banyak waktu luang untuk beribadah tanpa dia harus sibuk dengan urusan-urusan duniawi yang dapat memalingkan konsentrasinya dari Allah. Bila orang-orang semacam ini masih juga berkeinginan untuk sibuk dengan pekerjaan-pekerjaan duniawi, maka ini adalah pemerosotan dari semangat yang luhur. Keinginannya termasuk syahwatnya yang nyata. Terhadap orang-orang spesial seperti ini, setan membisikkan rayuan-rayuannya agar dia terlibat kembali dalam urusan duniawi seperti dengan mengatakan bahwa tajrid adalah aib, tajrid dapat menimbulkan ketidak tenangan karena tidak bekerja, tajrid dapat membuat seseorang menginginkan harta pemberian dari orang lain dan sebagainya.
Setiap orang hendaknya menerima setiap kehendak Allah setulus hatinya tanpa menginginkan yang lain. Bila dia diposisikan sebagai para pekerja duniawi, maka tetap kerjakan urusan-urusan duniawinya dengan baik tanpa mengorbankan urusan-urusan akhiratnya. Dalam pekerjaan itulah ketenangannya untuk beribadah diberikan oelh Allah. Sebaliknya, bila seseorang telah ditempatkan dalam posisi tajrid dan dia dapat merasa tenang di posisi itu karena kualitas dirinya yang begitu mulia, maka tidak selayaknya dia terlibat dalam pekerjaan-pekerjaan duniwi yang menyibukkan dirinya hingga intensitasnya untuk ber-taqarrub berkurang.
0 komentar:
Posting Komentar